Di era digital, media
sosial telah menjadi tempat bagi banyak orang untuk mencari berbagai informasi,
termasuk terkait kesehatan. Dengan hanya mengetik beberapa kata kunci, ratusan
video atau artikel muncul memberikan penjelasan, bahkan diagnosis. Salah satu
tren yang kini semakin terlihat adalah self-diagnosis atau mendiagnosis diri
sendiri berdasarkan informasi dari media sosial. Fenomena ini memunculkan
banyak kekhawatiran, terutama terkait dampaknya terhadap kesehatan fisik dan
mental.
Mengapa
Self-Diagnosis di Media Sosial Semakin Marak?
1. Informasi yang
Sangat Mudah Diakses
Media sosial
menyediakan informasi dalam berbagai format, mulai dari video pendek hingga
artikel mendalam. Proses ini jauh lebih cepat dibandingkan mencari informasi
melalui buku atau konsultasi dengan ahli. Informasi yang ditampilkan terasa
lebih personal dan relatable karena sering kali disampaikan dalam bahasa
sederhana.
2. Keterbatasan
Akses ke Layanan Kesehatan
Banyak orang
menghadapi kendala untuk mendapatkan layanan kesehatan, baik karena biaya yang
mahal, lokasi yang sulit dijangkau, atau waktu yang terbatas. Akibatnya, media
sosial menjadi alternatif untuk mencari pemahaman awal tentang gejala atau
kondisi tertentu.
3. Pengaruh Cerita
dan Komunitas Daring
Di media sosial,
banyak orang membagikan pengalaman pribadi mereka menghadapi masalah kesehatan
tertentu. Cerita-cerita ini sering kali memberikan rasa pengertian dan
dukungan, tetapi juga memunculkan asumsi bahwa gejala yang dirasakan serupa
dengan apa yang dialami orang lain.
Dampak
Self-Diagnosis dari Media Sosial
1. Risiko Salah
Diagnosis
Informasi yang
ditemukan di media sosial sering kali tidak mencerminkan kompleksitas suatu
kondisi kesehatan. Mengandalkan informasi ini dapat memunculkan asumsi yang
salah tentang apa yang sebenarnya dialami. Salah diagnosis dapat menyebabkan
keterlambatan dalam mendapatkan perawatan yang benar atau, sebaliknya, menerima
perawatan yang tidak diperlukan.
2. Peningkatan
Kecemasan
Membaca atau menonton
konten tentang kondisi kesehatan tertentu dapat menimbulkan kecemasan, terutama
jika informasi yang disampaikan bersifat menakutkan atau tidak lengkap. Hal ini
dapat memperburuk kondisi mental bagi seseorang yang sebenarnya hanya mengalami
masalah ringan.
3. Penyebaran
Misinformasi
Konten kesehatan yang
dibagikan di media sosial tidak selalu berasal dari sumber yang kredibel.
Kreator konten tanpa latar belakang medis sering kali menyampaikan informasi
yang salah atau setengah benar, sehingga dapat memperparah salah paham tentang
berbagai isu kesehatan.\
Mengapa Media
Sosial Sangat Memengaruhi Self-Diagnosis?
1. Algoritma yang
Menampilkan Konten Serupa
Media sosial
menggunakan algoritma untuk menampilkan konten berdasarkan minat pengguna.
Ketika seseorang mencari informasi tentang suatu gejala, algoritma ini akan
terus menampilkan konten serupa. Hal ini memperkuat keyakinan yang sudah
terbentuk, bahkan jika keyakinan tersebut tidak akurat.
2. Pengaruh
Influencer dan Kreator Konten
Banyak influencer
kesehatan di media sosial memiliki jumlah pengikut yang besar dan dianggap
kredibel meskipun tidak memiliki latar belakang medis. Informasi yang mereka
bagikan sering kali memengaruhi persepsi kesehatan pengikutnya, meskipun belum
tentu didukung oleh penelitian atau fakta ilmiah.
Dampak Khusus pada
Remaja: Studi Kasus di Media Sosial
Remaja merupakan
kelompok yang paling sering terpapar tren kesehatan di media sosial. Platform
seperti TikTok menjadi tempat berkembangnya diskusi tentang kesehatan mental,
termasuk diagnosis seperti ADHD, depresi, dan kecemasan. Remaja yang merasa
memiliki gejala serupa sering kali langsung mengaitkannya dengan kondisi
tersebut tanpa berkonsultasi dengan profesional.
Studi menunjukkan
bahwa tren ini dapat menyebabkan salah paham yang serius. Diagnosis kesehatan
mental memerlukan penilaian yang mendalam dan menyeluruh, yang tidak bisa
dilakukan hanya berdasarkan gejala yang terlihat di video singkat. Informasi
yang tidak akurat ini dapat menyebabkan remaja menerima perawatan yang salah
atau melewatkan perawatan yang sebenarnya diperlukan.
Cara Menggunakan
Media Sosial Secara Bijak untuk Kesehatan
1. Periksa
Kredibilitas Informasi
Informasi kesehatan
dari media sosial sebaiknya diverifikasi terlebih dahulu. Sumber dari
organisasi kesehatan resmi atau profesional medis lebih dapat dipercaya
dibandingkan informasi dari kreator konten yang tidak memiliki latar belakang
medis.
2. Gunakan Media
Sosial Sebagai Pendukung Edukasi
Media sosial dapat
menjadi alat edukasi yang bermanfaat jika digunakan dengan benar. Informasi
dari media sosial sebaiknya dilihat sebagai pengetahuan tambahan, bukan panduan
utama untuk diagnosis atau pengobatan.
3. Prioritaskan
Konsultasi Profesional
Meskipun media sosial
menawarkan kemudahan dalam mencari informasi, konsultasi dengan profesional
kesehatan tetap menjadi langkah terbaik untuk memastikan diagnosis yang tepat
dan mendapatkan perawatan yang sesuai.