Saat ini platform media sosial seperti TikTok
menjadi tempat yang semakin populer untuk berkreasi, berbagi ide, dan
mendapatkan penghasilan. Tapi sayang, tidak semua konten yang muncul memberikan
nilai positif. Seperti fenomena "pengemis digital” di mana kreator
berlomba-lomba melakukan live streaming demi mendapatkan "gift" atau
hadiah virtual dari penonton dengan konten yang kurang berkualitas.
Salah satu bentuk konten yang pernah menjadi
tren adalah aksi mandi lumpur yang dilakukan oleh beberapa kreator di TikTok.
Mereka merendam diri di lumpur atau melakukan tindakan ekstrem lainnya dengan
harapan menarik simpati penonton yang kemudian memberikan gift.
Ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan etis,
tetapi juga memperlihatkan bagaimana empati publik dimanfaatkan demi keuntungan
pribadi.
Eksploitasi dalam Bentuk Baru
Tidak hanya aksi mandi lumpur, konten lain
yang mengeksploitasi kesedihan atau kemiskinan juga marak. Ada kasus di mana
kreator menggunakan anggota keluarga yang lanjut usia, atau bahkan anak-anak,
untuk menarik simpati penonton.
Mereka menjual narasi kesedihan, kemiskinan,
dan penderitaan pribadi demi mendapatkan hadiah dari penonton. Fenomena ini
mengarah pada eksploitasi yang meresahkan, di mana mereka mengeksplorasi sisi
paling rapuh dari kehidupan mereka untuk mendapatkan keuntungan.
Masyarakat yang menonton dan memberikan hadiah
mungkin merasa mereka telah membantu para kreator, namun hal ini sebenarnya
memperkuat siklus eksploitasi.
Tanggung Jawab Platform dan Publik
Pemerintah Indonesia telah merespons fenomena
ini dengan meminta platform seperti TikTok untuk lebih tegas dalam menghapus
konten yang dianggap mengeksploitasi atau merendahkan martabat manusia. Selain
itu, beberapa tokoh masyarakat dan kelompok agama juga mengecam fenomena ini,
menyatakan bahwa meminta-minta di dunia maya, baik secara langsung maupun
tidak, melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan agama.
Tapi nyatanya, regulasi semata mungkin tidak
cukup untuk mengatasi masalah ini. Platform media sosial seperti TikTok
dirancang untuk mendorong interaksi, dan sistem hadiah virtual membuat konten
semacam ini semakin menggiurkan bagi kreator.
Oleh karena itu, diperlukan edukasi bagi
publik agar lebih kritis dalam memilih konten yang didukung, serta dorongan
kepada kreator untuk menciptakan konten yang lebih bermanfaat dan mendidik.
Menuju Konten yang Lebih Berkualitas
Untuk menciptakan ekosistem konten yang lebih
sehat, baik platform maupun penonton memiliki peran penting. Kreator seharusnya
didorong untuk menghasilkan konten berkualitas yang informatif, edukatif, atau
menghibur dengan cara yang positif.
Sementara itu, penonton juga harus lebih bijak
dalam memberikan dukungan. Sebagai masyarakat digital, kita perlu
mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap interaksi kita di media
sosial.
Menarik perhatian publik dengan cara yang
tidak etis seperti mengeksploitasi kesulitan pribadi atau melakukan aksi
berbahaya tidak hanya berdampak pada si kreator, tetapi juga pada ekosistem
digital secara keseluruhan. Penonton memiliki kekuatan untuk mengubah tren ini
dengan lebih selektif dan mendukung konten yang positif dan inspiratif.
Dengan meningkatnya kesadaran tentang
pentingnya literasi digital dan etika dalam produksi serta konsumsi konten,
diharapkan tren negatif seperti pengemis digital ini bisa berkurang, digantikan
dengan tren yang lebih konstruktif dan mendukung kesejahteraan bersama.