BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Gen Z VS Life Quarter Crisis, Apakah Media Sosial yang Harus Disalahkan?

Kembang Wae
Image

 


Banyak yang menganggap krisis hidup hanya terjadi di usia paruh baya. Berbeda dengan  Generasi Z, life quarter crisis adalah fenomena nyata yang kian sering dialami oleh mereka di usia 20-an hingga awal 30-an.

Life quarter crisis bukan sekadar fase biasa. Ini adalah salah satu tanda bahwa tekanan yang dihadapi generasi Z lebih besar daripada yang pernah kita bayangkan. Media sosial, karier yang tidak pasti, serta ekspektasi untuk mencapai kesuksesan di usia muda membuat fase ini lebih menantang dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Salah satu aspek utama yang memperburuk krisis ini adalah pengaruh media sosial. Dari hari ke hari, kita dibombardir oleh unggahan tentang pencapaian orang lain, mulai dari promosi karier hingga liburan mewah.

Generasi Z yang tumbuh dengan smartphone di tangan, cenderung membandingkan kehidupan mereka dengan standar kesempurnaan yang ditampilkan di media sosial. Media sosial telah menciptakan ilusi bahwa kesuksesan harus dicapai secepat mungkin, padahal setiap orang memiliki jalur yang berbeda. Akibatnya, banyak dari kita merasa tertinggal dan gagal hanya karena hidup kita tidak seindah apa yang kita lihat di layar.

Lebih jauh lagi ketidakpastian karier menjadi faktor signifikan yang memicu krisis ini. Generasi sebelumnya mungkin memiliki jalur karier yang lebih jelas dan terstruktur. Namun, bagi Gen Z, jalan menuju kesuksesan terasa lebih berliku dan penuh ketidakpastian.

Dunia kerja yang terus berubah membuat gen z merasa cemas apakah pilihan karier mereka akan tetap relevan di masa depan. Ada ketakutan bahwa apa yang mereka pelajari hari ini bisa usang dalam hitungan tahun. Di sinilah letak dilema besar, memilih pekerjaan yang mereka cintai atau pekerjaan yang menawarkan stabilitas jangka panjang.

Selain itu, krisis identitas juga jadi salah satu tantangan terbesar bagi Gen Z. Kita hidup di zaman di mana pilihan tak terbatas, namun justru pilihan yang terlalu banyak ini bisa membingungkan.

Generasi Z kerap kali merasa terjebak antara mengejar passion atau memenuhi harapan sosial yang lebih tradisional. Hal ini sering membuat mereka merasa kehilangan arah dan bingung dalam menentukan siapa diri mereka sebenarnya. Krisis identitas ini adalah refleksi dari tekanan internal dan eksternal yang dihadapi oleh generasi ini.

Faktor lain yang turut berperan adalah tekanan untuk berprestasi di usia muda. Di zaman di mana pencapaian cepat menjadi standar, generasi Z merasa bahwa mereka harus sukses sebelum usia 30 tahun.

Tekanan ini adalah hasil dari obsesi masyarakat terhadap kecepatan dan hasil instan, yang sebenarnya tidak realistis. Kesuksesan tidak harus datang cepat, dan hidup bukanlah perlombaan.

Namun, banyak yang terjebak dalam persepsi ini, merasa gagal jika belum mencapai target-target besar di usia yang relatif muda.

Namun, life quarter crisis tidak harus menjadi sesuatu yang mematikan semangat. Bahwa ada cara untuk menghadapinya dengan bijak. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran diri dan menerima bahwa hidup tidak harus selalu sesuai dengan harapan orang lain.

Fleksibilitas dalam menghadapi perubahan dan kemauan untuk mencari dukungan juga sangat penting. Dengan memanfaatkan krisis ini sebagai momen refleksi, Generasi Z dapat menemukan arah baru yang lebih sesuai dengan diri mereka, bukan hanya sekadar mengejar apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Life quarter crisis bukan akhir dari segalanya, ini adalah bagian dari perjalanan untuk menemukan makna yang sejati dalam hidup.

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101