Lebaran Idul Fitri merupakan momen suci bagi umat
Muslim untuk merayakan kemenangan setelah menunaikan ibadah puasa selama bulan
Ramadhan. Momen dimana keluarga, saudara, kerabat, teman dekat berkumpul dan
bertemu satu sama lain untuk saling memaafkan dan bersilahturahmi.
Tapi sering kali dalam momen penuh keberkahan
ini, ucapan maaf dari para tante, budhe, saudara pasti akan diiringi dengan
pertanyaan-pertanyaan yang mungkin terdengar sederhana tetapi bisa menjadi
bahan pikiran yang kompleks bagi Generasi Z.
Contoh pertanyaan "Kapan Nikah ?",
“Sudah punya calon belum ?”, “Kok masih sendirian saja?” dan pertanyaan lainnya yang mungkin bikin para
Gen Z merasa malas bersosial di momen suci.
Fenomena ini jadi sangat menyebalkan di kalangan
Gen Z yang bisa dibilang sedang berada di tahap ambang dewasa.
Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi beban sosial yang menghantui para Gen Z.
Berikut beberapa aspek yang perlu tante, budhe,
om dan saudara-saudara saat membahas bagaimana Gen Z menghadapi
pertanyaan-pertanyaan tersebut :
1. Expectation vs. Reality
Pertanyaan "Kapan Nikah?, “Sudah punya calon belum ?”, “Kok masih sendirian saja?” mungkin hadir dengan harapan dan ekspektasi dari generasi sebelumnya tentang kesuksesan dan kebahagiaan yang dianggap berkaitan erat dengan kata hubungan komitmen pernikahan.
Menurut
generasi sebelumnya tolak ukur dari sebuah kesuksesan hidup adalah pernikahan.
Sedangkan bagi Gen Z pernikahan adalah sebuah tantangan dari menerima harapan sosial dengan realitas kehidupan mereka yang mungkin berbeda. Hal itu bisa jadi beban yang berat bagi Gen Z.
Dimana ekspektasi
dari generasi sebelumnya berbanding terbalik dengan realita kehidupan yang
dimiliki oleh para Gen Z.
2. Prioritas yang Berubah
Gen Z dikenal sebagai generasi yang lebih memilih
fokus pada pencapaian pribadi, pengembangan karir, dan eksplorasi dari identitas
pribadi mereka daripada memikirkan hubungan komitmen pernikahan di usia yang
masih mereka anggap muda.
Mereka Gen Z mungkin memiliki prioritas yang berbeda-beda dalam tujuan hidup, seperti mengejar pendidikan yang lebih tinggi, meniti karir, pengembangan diri atau menjelajahi dunia sebelum memutuskan untuk merambah ke dalam jenjang pernikahan.
Sangat berbeda sekali dengan generasi
sebelumnya yang menaruh fokus prioritas hidup mereka pada sebuah komitmen
hubungan pernikahan.
3. Pilihan Hidup yang Fleksibel
Seiring berjalannya waktu perubahan nilai dan
prioritas dari generasi sebelumnya ke Gen Z menjadi pengaruh yang besar.
Layaknya Gen Z yang cenderung memiliki pandangan lebih fleksibel tentang
hubungan dan pernikahan.
Banyak dari mereka memilih untuk menunda
pernikahan bahkan ada yang memilih untuk tidak menikah sama sekali. Yang
berarti bisa dikatakan kalau mereka memilih untuk fokus pada pengembangan diri
pribadi menjadi versi terbaik bagi mereka tanpa terikat pernikahan.
Nilai dan prioritas ini menjadi sangat kontras
dengan apa yang dianut oleh generasi sebelumnya. Lantaran para Gen Z memiliki
kesempatan dan pilihan hidup yang beragam dan jauh lebih fleksibel ketimbang generasi
senior mereka.
4. Proses Mempertimbangkan dengan Matang
Bagi Gen Z pertanyaan-pertanyaan yang diterima saat momen lebaran mungkin jadi pemicu proses introspeksi yang mendalam tentang apa yang sesungguhnya mereka inginkan dan menjadi tujuan dalam hidup mereka.
Tentang bagaimana mereka melihat sebuah hubungan komitmen dan pernikahan, serta
kapan waktu yang pas bagi para Gen Z untuk memasuki babak baru dalam kehidupan
mereka.
Hal ini menjadi proses pemikiran rumit dengan mempertimbangkan segala aspek penting dalam kehidupan Gen Z saat pertanyaan-pertanyaan “Kapan menikah ?”, “Sudah punya calon belum ?”, “Kok masih sendirian saja?” itu muncul.
Menurut Gen Z meski kata pernikahan
terbilang sederhana namun tidak dengan risiko tanggung jawab yang akan mereka
pikul ke depannya.
5. Menemukan Keseimbangan Antara Harapan dan
Realitas
Dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan di momen
lebaran, Gen Z dituntut untuk menemukan keseimbangan antara menghormati harapan
dari para om, tante, budhe dan orang tua mereka serta ekspektasi lingkungan
sekitar dengan penghargaan terhadap apa yang menjadi realitas kehidupan mereka
sendiri.
Ini bisa menjadi proses yang sangat rumit bagi
Gen Z, tetapi penting untuk menciptakan ruang bagi mereka dalam menentukan
jalan yang akan mereka pilih sendiri.
Kesimpulan
Pertanyaan "Kapan Nikah?”, “Sudah punya calon belum ?”, “Kok masih sendirian saja?” atau sejenisnya yang muncul saat momen suci lebaran idul fitri, mungkin sering dianggap sebagai pertanyaan sederhana dan siapa saja bisa menjawab dengan mudah.
Tetapi bagi Generasi Z, hal
itu bisa menjadi titik sebuah perenungan mendalam tentang identitas, nilai, dan
harapan yang dimiliki para Gen Z dalam kehidupan mereka sendiri.
Saat para Gen Z menghadapi tantangan tersebut sangat penting bagi generasi sebelumnya untuk dapat memberikan dukungan, penghargaan, dan sedikit ruang bagi setiap individu Gen Z.
Supaya para Gen Z
bisa melakoni perjalanan hidup mereka dengan cara apapun yang akan mereka
pilih. Jadi STOP bertanya kapan nikah yaaa....