Siang itu, ada sebuah hal menarik yang membuatku berpikir sejenak.
Kejadian tentang seorang anak kecil yang menangis kencang lantaran saat
ia bangun sang ibu tidak berada di samping. Ia menangis sejadi-jadinya saat
kedua mata itu terbuka dan mendapati sosok-sosok disekeliling adalah asing.
Padahal sang ibu berada tidak jauh namun tidak tertangkap oleh
penglihatan anak itu. Umur sang anak kurang lebih sekitar 5 tahun. Masa dimana
memang masih membutuhkan perhatian dari seorang ibu.
Mendengar tangisan, Ibu segera beranjak mendekati anaknya. Menimang-nimang
agar tangis anak itu reda. Sayang, Justru si anak malah semakin menangis. Mengeluarkan
teriakan-teriakan bagian dari ekspresi emosi campur aduk.
Mungkin saja anak itu merasa takut, lega, senang, marah atau sedih. Entahlah.
Apapun yang anak itu rasakan ia mengekspresikannya sangat jelas. Membuatku
berpikir, “Sudah berapa lama aku tidak bisa seekspresif itu ?”
Menjadi dewasa kita semakin terjerat oleh kata itu. Dewasa itu harus
tenang, dewasa itu harus menahan, dewasa itu harus ini harus itu. Hingga pada
akhirnya kita lupa.
Lupa tentang bagaimana berekspresi dengan emosi-emosi. Lupa dengan cara
bagaimana harus tertawa, menangis, bersedih dan mungkin marah.
Kembali lagi, dewasa adalah dewasa. KBBI dewasa : matang (tentang
pikiran, pandangan, dan sebagainya).
Jadi, apakah dengan tidak bisa seekspresif
itu adalah bentuk dari matang ? Jika iya, sangat menyedihkan sekali menjadi
dewasa. Waktu dimana kita tidak dapat asal menangis menjerit-jerit layaknya
anak kecil tadi.
Lalu, kapankah terakhir kali kamu dapat
seekspresif mengeluarkan emosi ?