BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Rasian : Prolog

Kembang Wae
Image

 

Awan berarak dan angin berhembus. Seorang gadis kecil memegang setangkai bunga sambil menoleh ke sana kemari kebingungan. Ia mencari sesuatu di antara padang rumput luas. Terik matahari begitu menyilaukan pandangannya. Membuatnya semakin kesulitan menyibak tiap sudut yang dilihat. Ia tidak berani bergerak lebih jauh dari tempat ia berdiri. Jika ia pergi meninggalkan tempatnya nanti seseorang yang ia cari tidak dapat menemukannya.

            Lelah mulai menghampiri. Gadis itu kini bersandar pada pohon rindang di tengah padang rumput. Peluhnya menetes. Nafasnya seperti berat sekali. Mungkin karena kecewa tidak menemukan apa yang ia cari. Ditambah lagi dia sudah berdiri selama lebih dari tiga jam di sana untuk mencari seseorang.

            “Bukankah kita bertemu di sini ? Lalu di mana dirimu ?” Ucapnya lirih dengan memainkan setangkai bunga.

            Setangkai bunga berwarna magenta yang tumbuh di antara musim semi dan musim gugur. Bunga yang penuh dengan keanggunan seperti seseorang yang memegangnya. Ia masih teringat siapa yang memberikan bunga itu padanya. Seorang anak laki-laki yang jauh lebih tua. Mungkin terpaut sekitar 5 tahun dari umurnya sekarang atau mungkin lebih dari itu. Yang ia tahu anak laki-laki itu berkata untuk menunggunya di sini. Sebuah taman tersembunyi yang kini hanya berupa padang rumput luas. Bunga-bunga indah yang dulu tumbuh bertebaran kini menghilang entah kemana. Yang tersisa hanya tinggal ilalang yang menghias dimana-mana. 

            Matanya kembali mencari-cari. Tetap saja nihil. Ia semakin frustrasi mencarinya. Rasa takut kehilangan kini mulai merayapi dirinya. Takut akan tidak ada lagi seseorang yang menemani setiap detik menjalani hidup. Takut tidak ada lagi tempat untuk sekedar berbagi cerita tentang pahit manisnya panggung sandiwara dunia. Takut jika ia sendirian dalam kejamnya kehidupan. Takut dan ketakutan itu semakin menjadi-jadi.

            “ Kau mengingkari janjimu.” Batinnya bersuara. Ia bergetar menahan isak. Dadanya begitu terasa sesak. Air mata mulai terkumpul disudut matanya. Bunga itu ikut layu karena sang empu kini sudah duduk bersimpuh dengan tangis yang tersedu-sedu. Saat itu juga datang seorang laki-laki berpawakan lebih tinggi darinya. Wajahnya juga terlihat lebih dewasa. Senyum terukir di bibir merah dan ia membawa setangkai bunga terselip di antara telapak tangan dan jari-jarinya.

            Laki-laki itu mendekati gadis kecil dengan berkata “Halo nona manis. Kau sepertinya sudah menunggu terlalu lama.”

            “Siapa kau ? Mengapa kau yang datang kesini ? Dimana anak kecil yang seumuran denganku ? Bukan. Maksudku yang lebih tua dariku sekitar 5 tahun. ” Tanya gadis itu menyelidik.

            “Sepertinya mereka tidak bisa bertemu denganmu. Ada beberapa hal yang harus mereka kerjakan.”

            “Mereka ? Kenapa kau menyebut kata mereka bukan dia ? Anak laki-laki yang ingin ku temui adalah satu orang. Bukan tiga ataupun lebih dari itu.” Gadis itu semakin curiga pada laki-laki di depannya.

            Sial. Ternyata laki-laki itu tidak tahu hal yang sebenarnya terjadi. Ia hanya mendapat laporan dari anak-anaknya. Tapi sepertinya anak-anak itu memberikan sebuah laporan yang salah. Atau mungkin ia sendiri yang salah dalam mengartikan laporan mereka. Kalau begitu yang bertemu dengan gadis ini hanyalah satu di antara mereka. Bagaimana bisa ? Bukankah mereka itu terhubung satu dengan yang lainnya ?

            Laki-laki itu diam memikirkan semua itu. Dan gadis itu memperhatikannya. “Mengapa kau terdiam ? Ingin mencari sebuah alasan tapi ternyata kau tidak menemukannya? Siapa kau ?” Selidik gadis itu. Sepertinya ia lebih cerdas dari dugaan laki-laki tadi.

            “Begini nona manis. Aku ingin menanyakan suatu hal padamu. Boleh ?”

            Gadis itu mengernyitkan dahinya. Ia masih curiga pada laki-laki itu. Tapi rasa penasaran akan siapa laki-laki itu membuatnya mengizinkan sang laki-laki untuk bertanya padanya.

            “Anak laki-laki yang bertemu denganmu itu hanya satu orang ?”

            Gadis itu menjawab dengan anggukan kepala. Ia yakin jika hanya ada satu orang saja yang menemui dirinya waktu itu.

            “Apakah kau tahu siapa namanya ?”

            Kali ini sang gadis menggelengkan kepala. Memang dari awal ia tidak mengetahui siapa nama anak laki-laki yang ia temui dahulu. Dan sepertinya dulu ia lupa untuk  menanyakan hal itu. Yang ia tahu anak laki-laki itu mempunyai aura yang berbeda. Seperti sebuah aura dewa yang memiliki tiga kepribadian. Yang pertama jahat, kedua baik dan yang terakhir aura unsur alam. Tapi bukankah semua itu juga selalu ada pada diri manusia yang lainnya ? Mungkin anak laki-laki itu mempunyai sesuatu yang membedakan dirinya dengan manusia.

            “Lalu apa yang ada ditanganmu nona ?”

            Gadis itu melihat pada tangannya sendiri yang sedang menggenggam setangkai bunga. “Ini ? Sudah jelaskan kalau ini bunga. Kau menanyakan hal yang tidak berguna.”

            Laki-laki itu sedikit kesal dengan jawaban ketus si gadis. Mungkin kalau bukan seorang anak gadis yang luar biasa sudah ia bunuh dari tadi. Gadis inilah yang menyebabkan ia harus mendapatkan hukuman dari dewa. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah sang gadis ataupun dirinya. Melainkan anak-anaknya sendirilah yang berbuat kekacauan. Mungkin bukan anak-anaknya melainkan salah satu di antara anak-anaknya.

            “Maksudku dari mana kau mendapatkan itu nona ? Apakah mereka. Oh bukan maksudku dia anak laki-laki yang akan menemuimu disini ?”

            “Iya. Dia yang memberikannya padaku. Memangnya kenapa ?”

            “Apakah kau tahu apa arti bunga itu nona ?”

            Gadis itu lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Ia hanya berpikir kalau bunga ini sangat berharga yang membuatnya dapat menemui anak laki-laki itu. Tidakkah ia berpikir bahwa bunga yang ia pegang memiliki arti begitu dalam untuk seseorang yang memberikannya.

              “Apakah kau mengetahui nama bunga itu ?” Tanya laki-laki itu kemudian.

            Sang gadis kembali menggelengkan kepalanya. Melihat reaksi itu si laki-laki merasa sangat lega. Ia bersyukur. Sangat bersyukur jika sang gadis tidak mengetahui apa pun tentang bunga itu.

            “Apakah aku boleh memintanya ?”

            “TIDAK !!!” Jawab si gadis dengan tegas sambil menyembunyikan bunga itu dibalik punggungnya. “SIAPA KAU ?” Hardiknya pada laki-laki itu. Ia tersadar sepertinya memang benar laki-laki itu berniat tidak baik untuknya. Mengapa juga laki-laki itu meminta setangkai bunga yang ia genggam ?

            “Siapa kau ? Jawab aku ! Bagaimana bisa kau mengetahui tempat ini ?”

            “Itu hal mudah bagiku untuk mencari tempat seperti ini. Aku sendiri yang menciptakannya.”

            “Omong kosong kau berkata seperti itu. Akulah yang menciptakan semua. Ini tempatku bukan tempatmu. Sekali lagi aku bertanya SIAPA DIRIMU ?” Lagi-lagi si gadis menghardik laki-laki itu. Kalau untuk sebuah tata krama dalam sekolah mungkin sudah salah karena ia membentak seseorang yang lebih tua darinya. Tapi kalau terancam bahaya mau bagaimana lagi. Persetan dengan tata krama sekolah.

            “SIAPA DIRIMU !!!”

            “Ok baiklah. Tenang dulu. Aku akan menjawab semuanya.” Akhirnya laki-laki itu menjawab. Mencoba menenangkan sang gadis dengan mengajaknya berbicara lebih santai.

            Laki-laki berjalan melewati si gadis yang masih bersimpuh di tanah. Ia menuju sisi pohon yang lebih rindang dan duduk disana. Sepertinya tempat itu lebih sejuk. “Kemari nona manis. Sebelum itu usap dulu air matamu.”

            Si gadis mengusap wajah dengan kedua punggung tangannya. Mencoba membersihkan sisa air mata yang masih mengalir. “Mau apa kau ?”  tanya si gadis setelahnya. Ia masih belum percaya pada laki-laki itu. Jangan-jangan ketika nanti ia mendekat, laki-laki itu akan melakukan sesuatu yang mengancamnya.

            Kemudian laki-laki itu menghela nafas. “Aku dewa yang membuat tempat ini. Bukan hanya tempatmu saja tapi seluruh tempat ini. Aku yang awalnya ditugaskan agar tempat ini tidak bocor ke siapa pun. Tapi ternyata manusia lebih hebat dari perkiraanku. Kupikir tidak ada satu pun yang dapat menembus pertahanannya. Namun beberapa manusia hebat seperti dirimu mempunyai kemampuan khusus untuk melewati semua pertahananku. Jadi tempat seperti inilah tercipta karenamu. Memang kau yang memilikinya dan menciptakan semuanya. Tapi aku lebih atas itu.” Sang laki-laki perlahan memberi jawaban. Menceritakan tentang siapa dirinya dan bagaimana tempat ini tercipta.

            Sedangkan sang gadis hanya diam menatap sambil mencerna apa yang dikatakan laki-laki itu. Ia dapat mengerti sebagian dari maksud perkataannya. Tapi apa artinya tentang kemampuan khusus ? Apakah memang tidak semua orang dapat seperti dirinya ?

            Laki-laki itu menangkap maksud dari ekspresi si gadis. “Tidak. Tidak semua orang dapat melakukan hal sepertimu. Seperti sekarang kau dengan mudahnya berbicara padaku dengan kehendakmu. Atau contoh lebih mudahnya adalah tempat ini. Tempat yang kau ciptakan sendiri. Bagaimana kau melakukan semua itu ?” Jelas sang laki-laki mengakhirinya dengan sebuah pertanyaan.

            “Entahlah. Aku sendiri tidak mengetahuinya. Ketika aku membayangkan sesuatu. Semua itu langsung ada dan tercipta.”

            “Begitulah kemampuanmu. Kau membuat semua itu terasa alami dan nyata. Kau sendiri terkadang bingung bukan ? Membedakan mana yang asli dan mana yang hanya imajinasi. Memang sulit. Aku pun terkadang begitu.”

            Sang gadis tetap terdiam. Masih dengan menatap wajah laki-laki itu. Ia berpikir apakah mungkin laki-laki di depannya ini dewa ? Dan apakah yang dikatakannya itu benar bukan sekedar bualannya semata ?

            “Baiklah kau boleh percaya atau tidak percaya padaku. Aku sudah mengatakan semua. Apalagi yang ingin kau ketahui ?”

            Si gadis terkejut. “Ka_ kau bisa mengetahui pikiranku ? Kau bisa membaca pikiran ?” Ucapnya terbata.

            “Sudah kukatakan bukan. Aku ini dewa. Kau masih saja tak percaya akan hal itu nona.” Jawab laki-laki itu. Ia memang harus sabar menghadapi anak manusia. Apalagi anak itu adalah seorang gadis. Sungguh ekstra sabarnya harus dikeluarkan.

            “Baiklah aku percaya padamu. Lalu dimana anak laki-laki yang seharusnya kutemui sekarang ?” Kata gadis itu sambil berdiri dan membersihkan pakaiannya. Kemudian ia berjalan menuju laki-laki itu. Lalu duduk disampingnya.

            “Astaga. Bukankah sudah kukatakan tadi di awal. Mereka sedang ada sesuatu yang harus dikerjakan. Dan itu mendesak sekali nona manis.”

            “Mengapa kau selalu saja bilang mereka. Kan sudah kukatakan dari awal kalau anak laki-laki yang kutemui itu hanya seorang bukan tiga atau pun lebih tuan.” Si gadis menjawab mengikuti nada yang diucapkan laki-laki tadi.

            Kali ini laki-laki itu yang terkejut. Pikirnya boleh juga anak ini dalam berbicara. Ia juga cerdas. Kalau saja dia bukan manusia dan bukan orang yang membuatnya dihukum. Mungkin sudah diangkatnya menjadi anak.

            “Itulah yang tidak kuketahui nona. Apakah memang benar kau hanya bertemu dengan satu orang saja waktu itu ? Kau yakin ?”

            “Sangat yakin.” Jawab si gadis dengan anggukan kepala yang mantap.

            “Dan dia yang memberikan itu padamu ?” Tanya laki-laki itu dengan menunjuk bunga yang masih digenggam erat oleh sang gadis. “Oh tenang saja Nona. Aku tidak akan memintanya kembali.” Timpal laki-laki itu sebelum si gadis bereaksi dengan menyembunyikan bunga itu.

            “Iya. Dia yang memberikannya padaku saat taman ini masih ditumbuhi dengan bunga.” Jelas si gadis.

            “Dan bunga yang tumbuh di taman ini adalah bunga yang kau pegang sekarang ? Lalu kenapa kau tidak menumbuhkannya kembali nona ? Bukankah kau bisa melakukan segalanya atas tempat ini.”

            “Itulah yang tidak kuketahui. Mengapa juga tempat ini tiba-tiba menjadi padang rumput ilalang.”

            “Begitu ya.” Ucap laki-laki itu yang kemudian terdiam dan diikuti oleh si gadis.

            Suasananya terasa sangat sunyi sekali kali ini. Diam dan tenteram. Membuat keduanya semakin betah untuk lama-lama berdiam di tempatnya. Apalagi semilir angin yang berseliweran kesana kemari menambah sejuk di badan.

            “Nona. Maukah kau kuberi sesuatu ? Sepertinya aku harus memberimu hadiah karena kau gadis yang hebat.” Ucap laki-laki itu memecah kesunyian. Ia merogoh saku di mantelnya dan mengeluarkan setangkai bunga yang ia bawa tadi saat menuju kemari.

            Bunga bertangkai panjang dengan empat mahkota berwarna putih bercampur kan merah jingga . Warnanya hampir sama dengan bunga yang dipegang gadis itu. Namun bentuknya berbeda.

            “Bunga apa ini ?.” Ucap si gadis dengan menerima setangkai bunga yang diberikan oleh laki-laki itu.

            “Entahlah. Aku tidak tahu nona. Bunga itu muncul begitu saja dalam kantongku. Lalu kuberikan padamu.” Elak sang laki-laki. Jika ia menjawab bunga apa yang dipegang gadis itu maka akan sia-sia usahanya nanti.

            Si gadis mencium bunga itu kemudian memperhatikannya lalu berkata “Cantik. Terima kasih telah memberikannya padaku.”

            “Sama-sama Nona.” Jawab laki-laki dengan senyum sangat manis.

            Selang beberapa saat setelah gadis itu menerima bunga tadi. Tiba-tiba ia merasa mengantuk sekali. Lalu ada Sebuah angin berbisik padanya. “Aku akan selalu berada disisimu. Kembalilah dan lupakan aku untuk sementara waktu.” Suara itu pun menghilang dengan angin yang menghembus pelan mengusap kepalanya. Membius gadis itu untuk segera tertidur agar semuanya baik-baik saja. Perlahan tapi pasti, sang gadis mulai mengerjap-ngerjapkan mata. Kantuk mulai menyerangnya.

            Tidak. Ia tidak boleh tertidur. Masih banyak yang harus ia cari di sini. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam benaknya. Ia tidak boleh tertidur. Jika ia tertidur di sini misteri tentang siapa dirinya akan lenyap begitu saja. Hilang tanpa pernah bisa ia temukan kembali. Ia juga masih harus berbicara dengan laki-laki di depannya lalu bertanya mengapa ia datang kemari. Ia juga belum menanyakan siapa nama laki-laki tadi, Apakah ia memang benar dewa atau malah justru iblis yang mengaku-aku sebagai dewa. Ia juga belum menanyakan pada laki-laki itu tentang anak laki-laki yang ia temui dulu. Tidak. gadis itu tidak boleh tertidur di sini.

            Namun kini sang gadis mulai menutupkan matanya. Tubuhnya lunglai dan bersandar pada pohon besar itu. Kesadarannya mulai hilang perlahan dan pergi. Gadis itu telah tertidur. Melupakan tentang kejadian hari ini dan sebelumnya. Tentang kenangan yang akan terkunci rapat dalam-dalam tanpa pernah bisa ia buka kembali. Kecuali seseorang yang sengaja datang untuk membantu dirinya membuka semua itu.

            Sang laki-laki kemudian membelai rambut si gadis yang sudah tertidur. Mengambil dua tangkai bunga yang masih tergenggam dalam tangan mungilnya dan berkata “tidak untuk sekarang kau mengetahui semua itu sayang.”

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101