Awan
berarak dan angin berhembus. Seorang gadis kecil memegang setangkai bunga
sambil menoleh ke sana kemari kebingungan. Ia mencari sesuatu di antara padang
rumput luas. Terik matahari begitu menyilaukan pandangannya. Membuatnya semakin
kesulitan menyibak tiap sudut yang dilihat. Ia tidak berani bergerak lebih jauh
dari tempat ia berdiri. Jika ia pergi meninggalkan tempatnya nanti seseorang
yang ia cari tidak dapat menemukannya.
Lelah mulai menghampiri. Gadis itu
kini bersandar pada pohon rindang di tengah padang rumput. Peluhnya menetes.
Nafasnya seperti berat sekali. Mungkin karena kecewa tidak menemukan apa yang
ia cari. Ditambah lagi dia sudah berdiri selama lebih dari tiga jam di sana
untuk mencari seseorang.
“Bukankah kita bertemu di sini ?
Lalu di mana dirimu ?” Ucapnya lirih dengan memainkan setangkai bunga.
Setangkai bunga berwarna magenta
yang tumbuh di antara musim semi dan musim gugur. Bunga yang penuh dengan
keanggunan seperti seseorang yang memegangnya. Ia masih teringat siapa yang
memberikan bunga itu padanya. Seorang anak laki-laki yang jauh lebih tua.
Mungkin terpaut sekitar 5 tahun dari umurnya sekarang atau mungkin lebih dari
itu. Yang ia tahu anak laki-laki itu berkata untuk menunggunya di sini. Sebuah
taman tersembunyi yang kini hanya berupa padang rumput luas. Bunga-bunga indah
yang dulu tumbuh bertebaran kini menghilang entah kemana. Yang tersisa hanya
tinggal ilalang yang menghias dimana-mana.
Matanya kembali mencari-cari. Tetap
saja nihil. Ia semakin frustrasi mencarinya. Rasa takut kehilangan kini mulai
merayapi dirinya. Takut akan tidak ada lagi seseorang yang menemani setiap
detik menjalani hidup. Takut tidak ada lagi tempat untuk sekedar berbagi cerita
tentang pahit manisnya panggung sandiwara dunia. Takut jika ia sendirian dalam
kejamnya kehidupan. Takut dan ketakutan itu semakin menjadi-jadi.
“ Kau mengingkari janjimu.”
Batinnya bersuara. Ia bergetar menahan isak. Dadanya begitu terasa sesak. Air
mata mulai terkumpul disudut matanya. Bunga itu ikut layu karena sang empu kini
sudah duduk bersimpuh dengan tangis yang tersedu-sedu. Saat itu juga datang
seorang laki-laki berpawakan lebih tinggi darinya. Wajahnya juga terlihat lebih
dewasa. Senyum terukir di bibir merah dan ia membawa setangkai bunga terselip
di antara telapak tangan dan jari-jarinya.
Laki-laki itu mendekati gadis kecil
dengan berkata “Halo nona manis. Kau sepertinya sudah menunggu terlalu lama.”
“Siapa kau ? Mengapa kau yang
datang kesini ? Dimana anak kecil yang seumuran denganku ? Bukan. Maksudku yang
lebih tua dariku sekitar 5 tahun. ” Tanya gadis itu menyelidik.
“Sepertinya mereka tidak bisa
bertemu denganmu. Ada beberapa hal yang harus mereka kerjakan.”
“Mereka ? Kenapa kau menyebut kata
mereka bukan dia ? Anak laki-laki yang ingin ku temui adalah satu orang. Bukan
tiga ataupun lebih dari itu.” Gadis itu semakin curiga pada laki-laki di
depannya.
Sial. Ternyata laki-laki itu tidak
tahu hal yang sebenarnya terjadi. Ia hanya mendapat laporan dari anak-anaknya.
Tapi sepertinya anak-anak itu memberikan sebuah laporan yang salah. Atau
mungkin ia sendiri yang salah dalam mengartikan laporan mereka. Kalau begitu
yang bertemu dengan gadis ini hanyalah satu di antara mereka. Bagaimana bisa ?
Bukankah mereka itu terhubung satu dengan yang lainnya ?
Laki-laki itu diam memikirkan semua
itu. Dan gadis itu memperhatikannya. “Mengapa kau terdiam ? Ingin mencari
sebuah alasan tapi ternyata kau tidak menemukannya? Siapa kau ?” Selidik gadis
itu. Sepertinya ia lebih cerdas dari dugaan laki-laki tadi.
“Begini nona manis. Aku ingin
menanyakan suatu hal padamu. Boleh ?”
Gadis itu mengernyitkan dahinya. Ia
masih curiga pada laki-laki itu. Tapi rasa penasaran akan siapa laki-laki itu
membuatnya mengizinkan sang laki-laki untuk bertanya padanya.
“Anak laki-laki yang bertemu
denganmu itu hanya satu orang ?”
Gadis itu menjawab dengan anggukan
kepala. Ia yakin jika hanya ada satu orang saja yang menemui dirinya waktu itu.
“Apakah kau tahu siapa namanya ?”
Kali ini sang gadis menggelengkan
kepala. Memang dari awal ia tidak mengetahui siapa nama anak laki-laki yang ia
temui dahulu. Dan sepertinya dulu ia lupa untuk
menanyakan hal itu. Yang ia tahu anak laki-laki itu mempunyai aura yang
berbeda. Seperti sebuah aura dewa yang memiliki tiga kepribadian. Yang pertama
jahat, kedua baik dan yang terakhir aura unsur alam. Tapi bukankah semua itu
juga selalu ada pada diri manusia yang lainnya ? Mungkin anak laki-laki itu
mempunyai sesuatu yang membedakan dirinya dengan manusia.
“Lalu apa yang ada ditanganmu nona
?”
Gadis itu melihat pada tangannya
sendiri yang sedang menggenggam setangkai bunga. “Ini ? Sudah jelaskan kalau
ini bunga. Kau menanyakan hal yang tidak berguna.”
Laki-laki itu sedikit kesal dengan
jawaban ketus si gadis. Mungkin kalau bukan seorang anak gadis yang luar biasa
sudah ia bunuh dari tadi. Gadis inilah yang menyebabkan ia harus mendapatkan
hukuman dari dewa. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah sang gadis ataupun
dirinya. Melainkan anak-anaknya sendirilah yang berbuat kekacauan. Mungkin
bukan anak-anaknya melainkan salah satu di antara anak-anaknya.
“Maksudku dari mana kau mendapatkan
itu nona ? Apakah mereka. Oh bukan maksudku dia anak laki-laki yang akan
menemuimu disini ?”
“Iya. Dia yang memberikannya
padaku. Memangnya kenapa ?”
“Apakah kau tahu apa arti bunga itu
nona ?”
Gadis itu lagi-lagi menggelengkan
kepalanya. Ia hanya berpikir kalau bunga ini sangat berharga yang membuatnya
dapat menemui anak laki-laki itu. Tidakkah ia berpikir bahwa bunga yang ia
pegang memiliki arti begitu dalam untuk seseorang yang memberikannya.
“Apakah kau mengetahui nama bunga
itu ?” Tanya laki-laki itu kemudian.
Sang gadis kembali menggelengkan
kepalanya. Melihat reaksi itu si laki-laki merasa sangat lega. Ia bersyukur.
Sangat bersyukur jika sang gadis tidak mengetahui apa pun tentang bunga itu.
“Apakah aku boleh memintanya ?”
“TIDAK !!!” Jawab si gadis dengan
tegas sambil menyembunyikan bunga itu dibalik punggungnya. “SIAPA KAU ?”
Hardiknya pada laki-laki itu. Ia tersadar sepertinya memang benar laki-laki itu
berniat tidak baik untuknya. Mengapa juga laki-laki itu meminta setangkai bunga
yang ia genggam ?
“Siapa kau ? Jawab aku ! Bagaimana
bisa kau mengetahui tempat ini ?”
“Itu hal mudah bagiku untuk mencari
tempat seperti ini. Aku sendiri yang menciptakannya.”
“Omong kosong kau berkata seperti
itu. Akulah yang menciptakan semua. Ini tempatku bukan tempatmu. Sekali lagi
aku bertanya SIAPA DIRIMU ?” Lagi-lagi si gadis menghardik laki-laki itu. Kalau
untuk sebuah tata krama dalam sekolah mungkin sudah salah karena ia membentak
seseorang yang lebih tua darinya. Tapi kalau terancam bahaya mau bagaimana
lagi. Persetan dengan tata krama sekolah.
“SIAPA DIRIMU !!!”
“Ok baiklah. Tenang dulu. Aku akan
menjawab semuanya.” Akhirnya laki-laki itu menjawab. Mencoba menenangkan sang
gadis dengan mengajaknya berbicara lebih santai.
Laki-laki berjalan melewati si
gadis yang masih bersimpuh di tanah. Ia menuju sisi pohon yang lebih rindang
dan duduk disana. Sepertinya tempat itu lebih sejuk. “Kemari nona manis.
Sebelum itu usap dulu air matamu.”
Si gadis mengusap wajah dengan
kedua punggung tangannya. Mencoba membersihkan sisa air mata yang masih
mengalir. “Mau apa kau ?” tanya si gadis
setelahnya. Ia masih belum percaya pada laki-laki itu. Jangan-jangan ketika
nanti ia mendekat, laki-laki itu akan melakukan sesuatu yang mengancamnya.
Kemudian laki-laki itu menghela
nafas. “Aku dewa yang membuat tempat ini. Bukan hanya tempatmu saja tapi
seluruh tempat ini. Aku yang awalnya ditugaskan agar tempat ini tidak bocor ke
siapa pun. Tapi ternyata manusia lebih hebat dari perkiraanku. Kupikir tidak
ada satu pun yang dapat menembus pertahanannya. Namun beberapa manusia hebat
seperti dirimu mempunyai kemampuan khusus untuk melewati semua pertahananku.
Jadi tempat seperti inilah tercipta karenamu. Memang kau yang memilikinya dan
menciptakan semuanya. Tapi aku lebih atas itu.” Sang laki-laki perlahan memberi
jawaban. Menceritakan tentang siapa dirinya dan bagaimana tempat ini tercipta.
Sedangkan sang gadis hanya diam
menatap sambil mencerna apa yang dikatakan laki-laki itu. Ia dapat mengerti
sebagian dari maksud perkataannya. Tapi apa artinya tentang kemampuan khusus ?
Apakah memang tidak semua orang dapat seperti dirinya ?
Laki-laki itu menangkap maksud dari
ekspresi si gadis. “Tidak. Tidak semua orang dapat melakukan hal sepertimu.
Seperti sekarang kau dengan mudahnya berbicara padaku dengan kehendakmu. Atau
contoh lebih mudahnya adalah tempat ini. Tempat yang kau ciptakan sendiri.
Bagaimana kau melakukan semua itu ?” Jelas sang laki-laki mengakhirinya dengan
sebuah pertanyaan.
“Entahlah. Aku sendiri tidak
mengetahuinya. Ketika aku membayangkan sesuatu. Semua itu langsung ada dan
tercipta.”
“Begitulah kemampuanmu. Kau membuat
semua itu terasa alami dan nyata. Kau sendiri terkadang bingung bukan ?
Membedakan mana yang asli dan mana yang hanya imajinasi. Memang sulit. Aku pun
terkadang begitu.”
Sang gadis tetap terdiam. Masih
dengan menatap wajah laki-laki itu. Ia berpikir apakah mungkin laki-laki di
depannya ini dewa ? Dan apakah yang dikatakannya itu benar bukan sekedar
bualannya semata ?
“Baiklah kau boleh percaya atau
tidak percaya padaku. Aku sudah mengatakan semua. Apalagi yang ingin kau
ketahui ?”
Si gadis terkejut. “Ka_ kau bisa
mengetahui pikiranku ? Kau bisa membaca pikiran ?” Ucapnya terbata.
“Sudah kukatakan bukan. Aku ini
dewa. Kau masih saja tak percaya akan hal itu nona.” Jawab laki-laki itu. Ia
memang harus sabar menghadapi anak manusia. Apalagi anak itu adalah seorang
gadis. Sungguh ekstra sabarnya harus dikeluarkan.
“Baiklah aku percaya padamu. Lalu
dimana anak laki-laki yang seharusnya kutemui sekarang ?” Kata gadis itu sambil
berdiri dan membersihkan pakaiannya. Kemudian ia berjalan menuju laki-laki itu.
Lalu duduk disampingnya.
“Astaga. Bukankah sudah kukatakan
tadi di awal. Mereka sedang ada sesuatu yang harus dikerjakan. Dan itu mendesak
sekali nona manis.”
“Mengapa kau selalu saja bilang
mereka. Kan sudah kukatakan dari awal kalau anak laki-laki yang kutemui itu
hanya seorang bukan tiga atau pun lebih tuan.” Si gadis menjawab mengikuti nada
yang diucapkan laki-laki tadi.
Kali ini laki-laki itu yang
terkejut. Pikirnya boleh juga anak ini dalam berbicara. Ia juga cerdas. Kalau
saja dia bukan manusia dan bukan orang yang membuatnya dihukum. Mungkin sudah
diangkatnya menjadi anak.
“Itulah yang tidak kuketahui nona.
Apakah memang benar kau hanya bertemu dengan satu orang saja waktu itu ? Kau
yakin ?”
“Sangat yakin.” Jawab si gadis
dengan anggukan kepala yang mantap.
“Dan dia yang memberikan itu padamu
?” Tanya laki-laki itu dengan menunjuk bunga yang masih digenggam erat oleh
sang gadis. “Oh tenang saja Nona. Aku tidak akan memintanya kembali.” Timpal
laki-laki itu sebelum si gadis bereaksi dengan menyembunyikan bunga itu.
“Iya. Dia yang memberikannya padaku
saat taman ini masih ditumbuhi dengan bunga.” Jelas si gadis.
“Dan bunga yang tumbuh di taman ini
adalah bunga yang kau pegang sekarang ? Lalu kenapa kau tidak menumbuhkannya
kembali nona ? Bukankah kau bisa melakukan segalanya atas tempat ini.”
“Itulah yang tidak kuketahui.
Mengapa juga tempat ini tiba-tiba menjadi padang rumput ilalang.”
“Begitu ya.” Ucap laki-laki itu
yang kemudian terdiam dan diikuti oleh si gadis.
Suasananya terasa sangat sunyi
sekali kali ini. Diam dan tenteram. Membuat keduanya semakin betah untuk
lama-lama berdiam di tempatnya. Apalagi semilir angin yang berseliweran kesana
kemari menambah sejuk di badan.
“Nona. Maukah kau kuberi sesuatu ?
Sepertinya aku harus memberimu hadiah karena kau gadis yang hebat.” Ucap
laki-laki itu memecah kesunyian. Ia merogoh saku di mantelnya dan mengeluarkan
setangkai bunga yang ia bawa tadi saat menuju kemari.
Bunga bertangkai panjang dengan
empat mahkota berwarna putih bercampur kan merah jingga . Warnanya hampir sama
dengan bunga yang dipegang gadis itu. Namun bentuknya berbeda.
“Bunga apa ini ?.” Ucap si gadis
dengan menerima setangkai bunga yang diberikan oleh laki-laki itu.
“Entahlah. Aku tidak tahu nona.
Bunga itu muncul begitu saja dalam kantongku. Lalu kuberikan padamu.” Elak sang
laki-laki. Jika ia menjawab bunga apa yang dipegang gadis itu maka akan sia-sia
usahanya nanti.
Si gadis mencium bunga itu kemudian
memperhatikannya lalu berkata “Cantik. Terima kasih telah memberikannya
padaku.”
“Sama-sama Nona.” Jawab laki-laki
dengan senyum sangat manis.
Selang beberapa saat setelah gadis
itu menerima bunga tadi. Tiba-tiba ia merasa mengantuk sekali. Lalu ada Sebuah
angin berbisik padanya. “Aku akan selalu berada disisimu. Kembalilah dan
lupakan aku untuk sementara waktu.” Suara itu pun menghilang dengan angin yang
menghembus pelan mengusap kepalanya. Membius gadis itu untuk segera tertidur
agar semuanya baik-baik saja. Perlahan tapi pasti, sang gadis mulai
mengerjap-ngerjapkan mata. Kantuk mulai menyerangnya.
Tidak. Ia tidak boleh tertidur.
Masih banyak yang harus ia cari di sini. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan
yang belum terjawab dalam benaknya. Ia tidak boleh tertidur. Jika ia tertidur
di sini misteri tentang siapa dirinya akan lenyap begitu saja. Hilang tanpa
pernah bisa ia temukan kembali. Ia juga masih harus berbicara dengan laki-laki
di depannya lalu bertanya mengapa ia datang kemari. Ia juga belum menanyakan
siapa nama laki-laki tadi, Apakah ia memang benar dewa atau malah justru iblis
yang mengaku-aku sebagai dewa. Ia juga belum menanyakan pada laki-laki itu
tentang anak laki-laki yang ia temui dulu. Tidak. gadis itu tidak boleh
tertidur di sini.
Namun kini sang gadis mulai
menutupkan matanya. Tubuhnya lunglai dan bersandar pada pohon besar itu.
Kesadarannya mulai hilang perlahan dan pergi. Gadis itu telah tertidur.
Melupakan tentang kejadian hari ini dan sebelumnya. Tentang kenangan yang akan
terkunci rapat dalam-dalam tanpa pernah bisa ia buka kembali. Kecuali seseorang
yang sengaja datang untuk membantu dirinya membuka semua itu.
Sang laki-laki kemudian membelai
rambut si gadis yang sudah tertidur. Mengambil dua tangkai bunga yang masih
tergenggam dalam tangan mungilnya dan berkata “tidak untuk sekarang kau
mengetahui semua itu sayang.”