BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Rasian Chapter 5 Bersua

Kembang Wae
Image

 

Rasian

Chapter 5 : Bersua

 

                Seorang anak kecil dengan rambut panjang yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Baju putih lusuh berlengan pendek menempel pada tubuh mungil itu. Lalu sebuah layar lebar terpampang di depan. Dalam ruangan gelap dan kosong tanpa apa pun. Layar itu menampilkan adegan demi adegan seperti sebuah film yang sedang diputar. Mata anak itu mengamati. Bergerak ke sana kemari. Sorotan mata yang polos menatap setiap fragmen-fragmen yang ter tampilkan di depannya.

            “Aku akan membunuhnya ! Berani sekali ia bercinta dengan suamiku ?! Dasar perempuan murahan yang tidak tahu diri !” Teriak marah seorang wanita dalam layar tersebut.

             Wanita itu kemudian pergi meninggalkan singgasananya. Dengan rasa marah yang menggebu ia menemui seorang perempuan yang lebih muda darinya. Perempuan pemilik singgasana kerajaan yang dekat dengan wilayahnya.

            “Siapkan kereta kudaku ! Kita pergi ke arah selatan sekarang juga !” Perintah wanita itu.

            Layar besar itu pun kembali memutarkan fragmen yang lainnya. Berputar silih berganti menunjukkannya pada anak kecil itu. Hingga pada suatu titik dimana ada adegan yang membuat mata anak itu membelalak. Ia bergumam “Ibu.” Saat semua itu terputar jelas di depannya.

            “Aku akan membunuhmu sekarang juga !”

            “Jangan Yang Mulia. Dia seorang Ratu. Kalau anda bunuh nanti bisa menimbulkan kekacauan.” Bisik pelayan yang ada di samping.

            “Kalau begitu cepat cari dimana anaknya ! Aku akan membunuh anak itu saja.”

            “Baik.” Kemudian sang pelayan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Wanita yang menyuruh pelayan itu kini sedang menodongkan trisulanya pada seorang perempuan muda. Mahkota di atas kepala sepertinya tidak berguna lagi untuk perempuan itu.

            “Jangan ! Jangan anakku ! Lebih baik kau bunuh saja aku ketimbang dia. Dia tidak bersalah. Akulah yang bercinta dengan suamimu. Akulah yang bersalah.” Perempuan itu memohon. Air matanya menetes deras. Ia memang telah melakukan kesalahan besar yang sangat fatal. Tapi siapa sangka jika yang ia lakukan membuat dirinya menjadi seperti ini. Ia tidak mengetahui apa pun selain hanya mengikuti apa kata hati.

            “Beraninya kau mengatakan itu. Bercinta katamu ? Kau benar-benar tidak tahu diri. Aku ingin sekali membunuhmu.” Wanita itu makin marah. Emosinya memuncak saat si perempuan mengatakan hal yang paling tidak ingin ia dengar. Ia membenci itu. Mengapa juga suaminya menyelingkuhi dirinya dengan wanita seperti dia.

            Pelayan tiba dengan menggendong bayi ditangan. Bayi yang begitu mungil dan lucu itu tersenyum manis. Begitu polos tanpa dosa. Tegakah seorang wanita membunuh bayi itu ? Kecuali jika si wanita merasa cemburu buta. Seperti wanita yang kini sudah menggendong bayi itu. Ia mengarahkan trisula. Namun si bayi justru tertawa seakan sedang diajaknya bermain.

            Si wanita makin marah melihatnya. Jujur saja wanita itu luluh melihat tingkah bayi itu. Begitu lucu dan manis mengingatkan pada anaknya sendiri. Tapi rasa benci terhadap perempuan itu membuatnya gila. Bukan karena perempuan itu. Lebih tepatnya kepada suaminya sendiri yang tega menyelingkuhi dirinya.

            “Aku akan menghukummu atas apa yang telah kau lakukan. Aku akan membuatmu menderita.” Ucap wanita pada perempuan itu. Ia telah membunuh bayi yang digendongnya tadi. Tubuhnya sudah berlumuran darah dimana-mana.

            Perempuan itu hanya terdiam. Tak bergerak sama sekali. Matanya membelalak tak percaya. Segala rasa kini tercampur di dalam hatinya. Sebuah penyesalan, kebencian, marah, sakit, semua itu hinggap di dalam tubuhnya.

            Anak kecil yang sedari tadi menatap layar itu kini menangis. Air matanya mengalir deras. Tak kuasa dia menatap layar. Dadanya sesak. Namun mau tidak mau ia harus melihat semua itu.

            Layar kembali beralih pada adegan berikutnya. Memutar sebuah cuplikan tentang masa lalu dirinya. Sebab akibat atas mengapa ia berada di dalam ruangan kosong ini sekarang.

            Dalam layar menampilkan seorang perempuan. Perempuan yang sama dengan tadi. Perempuan yang telah kehilangan anak akibat dirinya sendiri. Dalam hati perempuan itu berkata apakah dosa untuk jatuh cinta ? Apakah salah jika ia mencintai seseorang. Ia tidak mengetahui jika orang yang ia cintai sudah beristri. Betapa sakitnya semua itu. Dirinya harus kehilangan buah hatinya karena semua itu.

            Laki-laki yang mengatakan akan mencintai dan membahagiakan dia sepenuh hati menghilang entah kemana. Setelah apa yang terjadi kepada siapa ia harus menuntut ? Semesta benar-benar memilihkan takdir yang kejam untuknya.

            Perempuan itu menggila. Ia tidak terima atas apa yang menimpa dirinya. Ia akan membunuh bayi dimana saja yang ia lihat. Ia tidak terima jika orang lain bahagia dengan buah hatinya sedangkan dirinya menderita kehilangan anaknya.  Ia akan menuntut semesta atas takdir yang diberikan pada dirinya.

            Tidak hanya bayi bahkan anak-anak kecil pun kena imbasnya. Perempuan itu gila. Dia tidak hanya membunuh tapi juga memakan semua anak-anak yang ia bunuh. Semakin lama perempuan itu semakin menggila dan kejam dalam melakukan pembunuhan. Hingga merubahnya menjadi sesosok monster jahat. Tubuhnya perlahan dipenuhi dengan sisik. Kemudian memiliki ekor. Dan berubah sepenuhnya menjadi monster ular. Manusia berbadan ular. Begitulah dirinya.

            Hingga datang seorang dewi yang berbaik hati padanya. Membawanya dan merawatnya agar tidak menjadi lebih gila dan kejam. Dewi itu memberinya nama.

            “Lamia. Kau ikut denganku. Aku akan membantumu.” Ucap sang dewi. Perempuan yang kini memiliki nama Lamia itu mengikutinya di belakang.

            Layar berubah menjadi hitam putih. Sepertinya tayangan yang selama ini ditonton oleh anak kecil itu sudah selesai. Sudah cukup untuk menjelaskan alasan mengapa dirinya menjadi seperti ini.

            Anak kecil itu mengusap air mata. Lalu beranjak dari duduknya. Menyibakkan rambut panjang yang menutupi wajah. Ia menampilkan wajah manis. Sama seperti bayi yang dibunuh wanita dalam layar tadi.

            Wajah dengan bola mata berwarna kuning keemasan itu begitu indah berpadu pada wajah putihnya. Bibirnya berwarna merah muda. Terkesan pucat tapi manis dilihat. Rambut panjang yang berantakan tidak mengurangi kecantikannya.

            Baju putih lusuh itu kini dibenarkan olehnya. Sepertinya kurang begitu nyaman. Bagaimana tidak ? baju itu telah dipakai dirinya selama lebih dari bertahun-tahun. Lagian siapa yang memberinya baju seperti itu ? Jika yang memberinya dewa. Sungguh dewa itu tidak memiliki style yang baik dalam berpakaian.

            Anak kecil itu berjalan mengelilingi ruangan kosong yang ia tempati sekarang. Ia sudah terkunci di dalamnya selama bertahun-tahun. Entah dia tidak bisa menghitung berapa lama lebih tepatnya. Yang ia tahu ia tidak dapat menemukan apa pun di dalam ruangan itu. Hanya ada tembok-tembok yang menjulang tinggi membatasi dirinya.

            Ia sudah mencoba berbagai cara untuk keluar dari ruangan. Mulai dengan cara merabanya yang mungkin saja ia dapat menemukan pintu yang bisa ia buka. Kalaupun terkunci setidaknya ia masih bisa menenangkan dirinya dengan menemukan pintu. Per soal dengan terkunci atau tidaknya dapat ia pikirkan nanti.

            Tapi ternyata hal itu tidak sama sekali ia temukan. Ia justru menemukan layar besar yang menempel bergabung dengan tembok. Kemudian entah kenapa layar itu tiba-tiba menyala dan menampilkan drama seperti tadi. Tapi syukurlah dengan layar itu pertanyaan-pertanyaan yang membebaninya sudah sebagian besar terjawab.

            Saat anak kecil itu sibuk mencari jalan keluar dari ruangan. Tiba-tiba layar yang menempel pada dinding itu menjadi buram dan mengeluarkan suara bising. Cahaya darinya berkedip-kedip. Mungkin seperti tv yang sudah rusak tinggal di rongsokan saja. 

            Anak kecil itu mendekati layar tersebut. Pelan berjalan dengan rasa penasaran mengapa bisa jadi seperti itu. Kemudian memberanikan diri untuk menyentuh permukaan layar itu. Dan tiba-tiba dirinya tertarik masuk ke dalam.

            Sebuah tangga. Hal pertama kali yang ia lihat saat kedua matanya terbuka. Setelah anak itu tertarik masuk ke dalam layar. Kini ia berada di atas ujung tangga. Ia senang sekaligus kebingungan. Senang karena ini untuk pertama kalinya ia dapat keluar dari ruangan itu. Bingung, karena ini juga pertama kali baginya berada di luar ruangan itu. Apa yang harus ia lakukan sekarang ?

            Anak kecil itu melihat sekeliling. Hanya ada tangga yang menjulur ke bawah. Dan setapak jalan di depannya. Apakah ia harus turun ke bawah ? Atau menelusuri setapak jalan saja ? Kalau ke bawah sepertinya di sana lebih mengerikan.

            Saat anak kecil itu sedang mengintip ke bawah mempertimbangkan apa yang akan  dilakukan. Ia mendapati seorang gadis muda yang lebih tua dari dirinya. Gadis muda itu sepertinya kebingungan. Apakah ia harus turun ke bawah dan menyapa gadis itu. Kemudian menanyakan sesuatu ? Mungkin ia bisa mendapatkan jawaban atas mengapa dirinya berada di sini. Tapi tidak mungkin. Karena sepertinya gadis muda itu juga kebingungan sama seperti dirinya.

            Akhirnya anak kecil itu memutuskan untuk turun mendekati gadis itu. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Matanya membelalak lebar tak percaya.

            “Aku ?” Gumam si anak kecil. Ia kembali menatap wajah gadis muda yang berada di ujung bawah tangga. Masih saja ia tak percaya. Sesaat kemudian ketika ia masih memperhatikan. Gadis muda itu menyadari jika ada dirinya yang kini sedang menatapnya. Lalu anak kecil itu pun tersenyum manis pada gadis muda. Menghilang.

            Anak kecil itu kembali terseret putaran angin yang membawanya pada ruangan tadi. Layar lebar dalam ruangan memuntahkan dirinya dengan tidak estetik karena melakukan semua itu tanpa aba-aba. Membuat dirinya terjungkir balik saat mendarat pada ruangan hampa yang lagi-lagi mengunci dirinya.

            “Ini aneh. Mengapa ada aku di sana ? Kalau begitu siapa aku ?” si anak bertanya-tanya.

            “Sial. Aku menemukan lagi teka-teki tanpa tahu jawabannya dan sekarang aku kembali terkunci. Kenapa tadi aku tidak lari dan kabur saja.” Si anak kecil menggerutu dalam ruangan hampa yang akan mengunci entah sampai kapan.

 

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101