BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Rasian Chapter 4 Lucid Dream

Kembang Wae
Image

 

Rasian

Chapter 4 : Lucid Dream

 

            Pagi ini Zinnia terlihat lebih pendiam dari biasanya. Wajahnya menampilkan seakan sedang berpikir keras memikirkan sesuatu. Ve menyadari hal itu. Dalam perjalanan ke kampus Ve kebingungan mendapati sikap Zi yang berubah. Apakah karena masalah kemarin ? Ve tidak berani menyinggungnya dan hanya ikut terdiam di samping Zi yang terus berjalan.

            Sesampainya di kampus Ve langsung mencari Varez. Bercerita jika Zi mendiamkan dirinya sepanjang perjalanan menuju kampus. Varez kemudian mencoba mencari cara supaya Zi mau menceritakan masalahnya kepada mereka. Bukannya hanya diam mengunci mulut.

            Selama seharian penuh Zi benar-benar diam mengunci mulutnya. Bahkan saat makan bersama dengan Ve dan Varez. Zi akan menjawab seadanya jika ditanya. Itu pun hanya menggunakan isyarat seperti mengangguk, menggeleng atau menggerakkan tangannya. Sebenarnya Zi juga bingung sendiri dengan pikirannya. Jika ia bercerita pada teman-temannya tentang apa yang terjadi apakah mereka akan percaya ?

              “Zi. Kita mampir café dulu ya.” Ajak Varez membuyarkan lamunannya. Zi hanya mengangguk mengikuti Ve dan Varez berjalan. Sesampainya di sana mereka memilih tempat dekat dengan jendela. Pojok ruangan dengan hiasan pohon palem kecil. Tempat favorit mereka saat mengunjungi café ini.

            Ve memesan  secangkir mocachino, Varez kopi latte sedangkan Zi ingin memesan capuchino tapi dilarang oleh Varez. Varez bilang lebih baik Zi memesan segelas cokelat panas saja untuk memperbaiki mood nya. Dan Zi mengikuti arahan Varez.

            “Zi, Kau bawa buku itu bukan ?” Tanya Varez memulai pembicaraan. Varez sengaja menekankan kata “itu” sebagai maksud buku yang mengawali semua ini terjadi. Zi menjawab mengangguk kemudian mengeluarkan buku itu dari tasnya.

            “Zi kalau ada sesuatu itu cerita saja. Jangan kau pendam sendiri. Kita ini teman. Lebih dari sekedar teman Zi. Mungkin apa yang kau ceritakan akan kami tertawakan dulu karena tidak masuk akal. Tapi kami tetap akan membantumu.” Ve berkata pelan. Menatap Zi yang kini juga menatap kedua temannya itu.

            “Baiklah. Seperti aku malah membebani kalian dengan aku berdiam. Jadi begini, aku sadar dalam mimpiku. Dan buku ini kembali mengeluarkan api.” Terang Zi membuka diri. Zi menunjuk buku. Kemudian mengambilnya dan memberi isyarat untuk lebih mendekat menutupi buku itu. Zi perlahan membuka buku itu. Mencari bab yang membahas tentang lucid dream lalu menyentuh halaman tersebut. Maka saat itu juga keluarlah api dari buku itu.

            Sebuah api berwarna biru menyelimuti seluruh sisi buku. Mata Ve dan Varez terbelalak kaget. Tak berkedip sedikit pun. Zi hanya diam menatap kedua temannya itu. Lalu menutup buku dan api itu pun padam. Varez mengantupkan mulutnya dengan tangan. Ve mengusap-usap matanya mencoba berpikir kalau yang ia lihat baru saja hanyalah imajinasi dirinya sendiri.

            “Seperti yang kalian lihat. Inilah yang membuatku gila seperti sekarang.” Ucap Zi mencoba meyakinkan Ve dan Varez kalau yang baru saja mereka lihat adalah suatu kejadian yang nyata.

            Pelayan café tiba dengan nampan berisikan tiga cangkir pesanan mereka. Meletakkannya di meja mereka kemudian pergi. Varez langsung meminumnya untuk menyadarkan diri. Ve masih menatap Zi tidak percaya. Melihat itu Zi pun menyuruh ve untuk meminum mocachino yang sudah digenggamnya.

            Zi menceritakan semua yang ia alami semalam. Mulai dari mimpi tentang setapak jalan dan ruangan putih, lubang kehampaan, tentang déjà vu nya, kemudian laki-laki yang mengawasi mereka di toko buku, dan terakhir tentang buku itu sendiri. Ve dan Varez sudah menenggak habis minuman mereka setelah Zi menyelesaikan ceritanya.

            “Untunglah Zi aku sering membaca novel fantasi jadi aku masih bisa menerima apa yang kamu ceritakan. Walau tidak masuk diakal.” Kata Ve dengan meletakan cangkir setelah isinya ia habiskan.

            “Aku memang sering mengoceh membela Ve kalau di dunia ini ada sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat. Tapi ini terlalu di luar dugaanku Zi.” Ucap Varez yang kemudian menirukan apa yang dilakukan Ve. Meletakan cangkir yang sudah kosong.

            Zi menghela napas kemudian terdiam. Zi mengambil buku All About Dream yang masih tergeletak di meja. Membukanya perlahan. Ve dan Varez yang melihat itu terdiam beku seperti tercekat. “Tenang saja. Buku ini tidak akan mengeluarkan api. Aku ingin menunjukkan sesuatu pada kalian.” Zi berkata menenangkan mereka.

            Kemudian Zinnia menjelaskan tentang sleep paralysis, lucid dream dan astral projection yang terangkum semuanya dalam buku itu. Zi menjelaskannya dengan pelan dan rinci supaya dipahami oleh otak mereka. Walaupun sekarang otak Ve dan Varez sedang meronta menolak apa yang sedang Zi jejal kan ke mereka.

            “Berarti semua itu adalah tahap demi tahap yang berkontinu ?” tanya Ve. Zi menganggukkan kepala. Varez masih berpikir keras untuk menerima apa yang Zi ceritakan.

            “Jadi malam saat buku itu pertama kali terbakar adalah benar ? Bukan halusinasimu karena efek tindihan ?” Lanjut Varez bertanya mencoba mencairkan pikirannya sendiri. Zi menjawab dengan berpikir sejenak diam dan kemudian menganggukkan kepalanya.

            Ve masih saja terdiam beku memegang cangkir kosong. Sisi-sisi keramik dari cangkir itu memantulkan wajah Ve. Sebuah mata berwarna coklat dengan alis tipis dan bibir merah muda. Begitu indah dipadukan dalam wajah berkulit putih langsat.

            “Lalu siapa laki-laki yang menemuimu dikamar waktu itu Zi ? Dan bagaimana caranya ?” Varez masih saja bertanya. Zi dengan sabar menjawab menggelengkan kepala dan berpikir.

            “Aku tidak tahu itu. Tapi aku yakin jika dia bukan hanya imajinasiku saja saat aku tindihan.” Mereka pun terdiam sibuk dengan pikirannya masing-masing. Varez berpikir tentang bagaimana semua ini bisa terjadi di luar logika. Zi tentang siapa laki-laki itu dan Ve entah memikirkan apa.

            “Zi, Sepertinya kita perlu menemui laki-laki itu.” Usul Ve secara tiba-tiba saat dirinya sedari tadi hanya diam saja.

            “ Sepertinya begitu.” Jawab Zi kemudian terdiam lalu diikuti oleh Ve dan Varez.

            Sehabis cangkir mereka kosong pembicaraan mengenai keajaiban yang dialami Zi berakhir. Mungkin otak mereka telah kelelahan karena berpikir keras untuk melogikakannya. Seperti berpikir untuk memecahkan soal aljabar linier dalam matematika.

            Zi termenung dalam kamarnya. Duduk pada kursi depan meja belajar dan menatap kosong pada tembok yang berdiri menutupi pandangan. Pikirannya masih berkeliaran mencari kebenaran tentang mengapa semua itu terjadi padanya. Jika ditelusuri ia hanyalah gadis biasa yang bahkan tak memiliki sesuatu yang istimewa. Kecuali otaknya yang lumayan encer sehingga ia dapat beasiswa untuk melanjutkan studinya.

            Handphone Zi bergetar mengakhiri lamunannya. Ia membuka benda kotak itu yang kemudian layarnya menyala-nyala menampilkan notifikasi. Varez dan Ve kembali menghajarnya dengan beribu pertanyaan. Kali ini lewat chat yang bertubi-tubi. Padahal tadi setelah pulang dari café dalam perjalanan mereka menanyakan hal yang sama juga. Tentang apakah semua itu memang benar-benar terjadi.

            Zi mengabaikan handphone yang masih saja bergetar menyala. Ia berbaring terlentang pada tempat tidurnya. Melonggarkan otot-ototnya. Lalu memijat-mijat tengkuknya. Berjalan ke kampus setiap hari ternyata melelahkan juga. Apalagi bolak-balik pergi ke mana saja juga sama. Jalan kaki. Mungkin sekarang kakinya sudah kaku karena itu. Ia pun terduduk dan mulai memijat tubuh bagian bawah juga.

            “Sepertinya aku harus mandi dengan air hangat.”  Batin Zi dengan mengangkat tubuhnya untuk pergi. Saat itu juga pintu kamarnya terketuk dan Zi membukanya.

            “Zi ada titipan ni.” Ucap pengetuk pintu tadi yang ternyata adalah teman kosnya sendiri. Ia mengulurkan tangan memberikan sebuket bunga dan kertas berwarna hitam yang terlipat rapi.

            “Dari siapa ?”

            “Lho, kau tidak tahu ? Ku kira dia pacarmu yang sedang diam-diam ingin memberimu kejutan.”

            “Dimana dia sekarang ?” 

            “Masih di depan pintu gerbang.  Kenapa ?”

            “Tidak apa-apa. Terima kasih” Ucap Zi dengan langsung meninggalkan temannya dan pergi menuju pintu gerbang.

            Ia mencari seseorang yang memberinya buket bunga. Maksudnya apa dengan memberikan buket bunga malam hari begini ? Zi membuka lipatan kertas hitam. Lalu membaca isinya. Hanya ada tulisan aksara-aksara yang tidak Zi pahami.

            “Tulisan apa ini ?” Zi bergumam sambil menutup pintu gerbang dan berjalan kembali ke kamar. Setibanya di kamar Zi meletakan buket bunga dan kertas hitam itu. Tiba-tiba handphonennya berdering. Sebuah panggilan masuk kini tertera di layar handphonennya.

            “Ya Va, ada apa ?” Tanya Zi dengan menjawab panggilan telepon.

            “Kau menerima buket bunga dan kertas hitam ?”

            “Iya. Itu darimu ?”

            “Bukan.” Jawab Varez yang membuat Zi berpikir sejenak. Benar juga tidak mungkin dari Varez. Kurang kerjaan sekali jika Varez mengiriminya bunga.

            “Aku juga dapat buket bunga Zi. Dari laki-laki aneh.” Imbuh Varez

            “Kau bertemu laki-laki itu ?”

            “Tidak. Zi coba liat group chat. Sepertinya Ve juga mendapatkannya. Ini aneh Zi. Kenapa kita dapat buket bunga dengan surat di dalamnya dari orang yang tidak kita ketahui.” Oceh Varez.

            Zi terdiam berpikir sambil melihat Varez menambahkan panggilan dengan Ve menjadi group call. Matanya menatap layar handphone lalu beralih pada buket dan kertas hitam yang tergelak di meja.

            “Zi cepat buka buku itu !” Perintah Ve setelah tersambung dengan panggilan mereka. Zi melalukan apa yang disuruh Ve. Mengambil tas dan mengeluarkan buku itu. Kemudian menunjukkannya pada mereka.

            “Buka buku itu Zi !” Perintah Ve lagi. Varez hanya diam menatap dalam layar panggilan video. Zi membuka buku itu lembar demi lembar.

            “Stop Zi. Baca kalimatnya !”

            “Saya mengundangmu dalam pesta temu bersamaku.”

            Seketika panggilan mereka terputus. Dan Zi langsung tergeletak dilantai. Matanya tertutup perlahan. Rasa kantuk tiba-tiba menyerangnya. Badannya lemas. Bahkan untuk berdiri pergi ke ranjang tidak sanggup Zi lakukan. Zi melihat buku itu bersinar bersama dengan kertas hitam dan buket bunga yang berhamburan. Kelopak-kelopak bunga itu lepas satu persatu dari tangkainya. Kemudian berjatuhan di lantai.

            Zi merasa terbius akan itu. Aroma wangi dari bunga itu menyeruak masuk dalam pernafasan Zi. Membuatnya hilang kesadaran.

            Mata Zi mengerjap-kerjap. Mencoba melihat sekelingnya. Ternyata sekarang ia sedang melayang-layang dalam ruang kehampaan. Sama seperti saat waktu itu. Dimana ia mengalami sleep paralysis dan menemukan ruang putih di dalamnya. Mungkin kali ini ia harus mengalami hal itu lagi. Menaiki sebuah tangga dan berjalan di setapak yang sangat panjang. Zi lalu menghela napas.

            Benar apa yang Zi pikirkan. Kini sebuah cahaya mulai menyelimuti dirinya. Membawa ia pada sebuah tangga. Lalu Zi menaiki tangga tersebut. Namun saat ia menapakkan kakinya pada anak tangga pertama. Zi melihat sesosok anak perempuan di ujung tangga. Anak perempuan itu menatap Zi. Baju putih polos menggantung pada tubuh mungil itu. Sepertinya baju itu terlalu besar untuknya.

            Si Anak perempuan kini tersenyum pada Zi lalu mengilang di ujung tangga. Zi mengejarnya. Menaiki anak tangga dengan cepat dan berharap bisa bertemu dengannya. Setelah sampai Zi tidak menemukan apa pun selain hanya setapak jalan panjang dengan kelokan. Mungkin anak itu sudah berjalan duluan meninggalkannya melewati setapak jalan.

            Zi kemudian berjalan pada setapak itu. Mencoba mengikuti anak perempuan tadi. Dalam perjalanan Zi menemukan keganjalan. Jalan yang ia lewati tidak sama dengan jalan kemarin. Jalan ini lebih banyak kelokannya dan mungkin lebih panjang. Saat menatap ke bawah Zi menemukan kelopak bunga berwarna jingga bertebaran di bawah. 

            Zi mencoba mengikuti kelopak bunga tersebut. Berjalan dengan perlahan sambil bertanya-tanya mengapa ada kelopak bunga di sini. Mungkin kalau ada Varez di sini ia pasti akan marah melihat bunga disia-siakan dengan membuangnya seperti ini.

            Belum ada satu detik Zi berpikir seperti itu. Ia menemukan jalan yang ia lewati bercabang. Ada dua jalan di samping setapaknya dan setapak jalan lurus di depannya. Di satu sisi jalan itu Zi menemui Varez yang sedang memunguti kelopak bunga.

            “Va ? Apa yang kau lakukan di sini ?” Tanya Zi kebingungan.

            Varez pun menoleh. Raut wajahnya tidak kalah menampilkan ekspresi bingung. “A_Aku sedang mengambil ini Zi. Jahat sekali orang yang melakukannya. Kau sendiri sedang apa di sini ? Maksudku mengapa kita di sini ?” Jawab Varez dengan berbalik tanya.

            “Ve ?” Mata Zi kembali membelalak bingung mendapati Ve yang ternyata berada di setapak jalan yang ada disampingnya. Ve hanya menatapnya lebih bingung dari pada dirinya.

            “Sedang apa kalian di sini ?” Tanya Zi.

            “Aku tidak tahu. Saat kubuka mataku aku sudah berada di jalan ini. Kemudian aku mengikutinya.” Jawab Ve. Varez mengangguk mengisyaratkan kalau dia mengalami hal yang sama juga.

            “Kalian bertemu dengan anak perempuan berbaju putih tidak ?”

            Varez dan Ve menjawab dengan mengangguk. Zi diam. Mengamati mereka berdua. Waswas jika saja mereka bukan temannya. Bisa saja mereka hanya bentuk imajinasi Zi kalau ini sudah merupakan tahap lucid dream. Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Ia kan belum bisa melakukan hal itu.

            “Kalian bagaimana bisa kesini ?” Tanya Zi lagi.

            “Kan tadi sudah dijawab Ve, Zi. Kalau kita tidak tahu apa-apa. Saat membuka mata kita sudah di sini.” Varez mengomel.

            “Setelah kau mengatakan itu. Buku itu. Panggilan video. Setelah itu.” Gumam Ve mencoba mengingat.

            “Ya ! Setelah itu kita semua berada disini.” Timpal Varez berteriak.

            “Siapa yang mengundang kita kesini ? dan tempat apa ini ?” Zi bertanya-tanya. Matanya menyampu sekeliling. Yang ia temui masih saja ruang hampa dengan 3 setapak jalan yang menyatu di depannya. Ve terdiam. Varez masih saja memunguti kelopak-kelopak bunga itu.

            “Zi. Di depan sana apa ?” Tiba-tiba Ve bertanya dengan menunjuk pada arah di depan mereka. Varez yang sedang memunguti kelopak bunga pun berhenti menatap apa yang ditunjuk Ve. Zi mengikutinya.

            Sebuah cahaya menyilaukan datang secepat kilat. Menyeruak dalam ruang hampa itu. Dan tubuh mereka bertiga terpelanting seketika di udara. 

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101