Rasian
Chapter 3 : Setapak jalan
Setelah kejadian malam sleep
paralysis, Zi mencari-cari artikel tentang hal itu. Yang diucapkan Ve tentang
halusinasi dalam sleep paralysis terdengar lebih meyakinkan bagi Zi karena
banyak hal yang membahas hal itu. Di tambah lagi dengan anggapan masyarakat
bahwa sleep paralysis atau tindihan terjadi sebab kita diganggu setan. Tapi
yang bikin Zi berpikir lebih keras lagi adalah isi dari buku yang ia beli. Buku
dengan judul “ALL ABOUT DREAM” membahas semua yang Zi cari. Bahkan
menjelaskannya lebih rinci. Entah ini kebetulan atau apa Zi tidak mengerti.
Di dalam buku itu tertera bahwa
sleep paralysis adalah salah satu cara untuk terjadinya lucid dream. Ibaratkan
sebuah tahapan. Sleep paralysis adalah tahap awal dalam fenomena unik tentang
tidur. Lalu tahap kedua adalah lucid dream. Dan ada lagi tahap selanjutnya yang
menjadi tahap terakhir. Yaitu tentang astral projection. Semua itu terangkum
jelas dalam buku “ALL ABOUT DREAM” yang Zi beli belum ada seminggu.
Apakah semua ada kaitannya dengan
buku itu yang terbakar api biru ? Jika semua itu halusinasi lalu untuk apa
terjadi ? Zi berpikir dan mencari-cari sebab akibat dari kejadian yang ia
alami. Tanpa sadar jika sedari tadi Ve dan Varez menunggunya mengeluarkan kotak
bekal.
“Zi. Lapar. Buruan mana roti
cokelat bawaanmu ?” Sentak Varez membuyarkan lamunan Zi. Kemudian Zi
mengeluarkan kotak bekal berwarna putih transparan. Kelihatan juga di dalamnya
terdapat roti tawar yang terlipat dengan isi selai cokelat. Zi memang suka
cokelat. Bisa dibilang maniak cokelat. Karena roti apa pun jika bukan rasa
cokelat Zi malas memakannya. Zi bahkan mengerti seluk beluk tentang cokelat
favoritnya. Entah itu dalam bentuk makanan ataupun minuman.
“Kali ini selai. Bukan cream susu
cokelat.” Ucap Varez sambil membuka kotak bekal Zi. Di meja hadapan mereka
sudah tertampang roti cokelat Zi. Infused water lemon buatan Varez. Dan satu
box besar berwarna merah berisikan nasi serta box kecil berisikan sayur packoy
dan ayam karege untuk tiga porsi.
“Keluarkan alat makan kalian !”
Perintah Ve pada Zi dan Varez. Tanpa babibu Varez sudah mengeluarkan kotak
bekal kosong lengkap dengan sendok dan garpunya. Zi pun melakukan hal yang
sama. Kemudian Ve mulai membagi makanannya.
“Kau masih memikirkan tentang
kejadian tempo hari itu Zi ?” Tanya Varez disela-sela makannya. Zi menjawab
dengan anggukan.
“Lalu dimana buku itu sekarang ?
Sudah kau buang atau masih kau simpan ?” Tanya Varez. Zi menjawabnya lagi
dengan isyarat. Menengok ke tasnya sambil seolah berkata “Masih ada di dalam
tasku.”
“Kenapa masih disimpan ? Kau buang
saja. Katanya buku itu mengeluarkan api. Bisa jadikan buku itu membawa sial
buatmu. Apa buku itu mengeluarkan api lagi setelah kejadian itu ? Jangan-jangan
itu buku ada arwah yang menempatinya Zi.” Oceh Varez lagi yang kali ini dijawab
dengan pelototan mata Ve yang seakan sudah mau keluar. Varez yang melihat itu
langsung terdiam meneruskan makannya.
Varez memang suka berbicara saat
makan. Baginya kalau tidak bicara akan terasa canggung saat makan. Sedangkan Ve
kebalikan dari Varez. Ve tidak suka ada orang yang berbicara saat makan. Namun
karena mereka sudah sering bersama jadi Ve sudah terbiasa. Tapi kali ini Ve
tidak tahan saat Varez mencerocos soal kejadian yang dialami Zi. Kemarin Ve
sudah bilang ke Varez untuk tidak mengungkit hal itu lagi. Karena akhir-akhir
ini Zi murung memikirkan hal itu. Makanya Ve maunya menghibur Zi dengan mengalihkan
pikirannya supaya tidak memikirkan hal itu. Tapi si bodoh Varez malah justru
menanyakannya.
“Tidak apa Ve. Aku sudah tidak
terlalu memikirkan hal itu.” Ucap Zi mengetahui maksud dari Ve. Zi tahu jika Ve
khawatir dengannya. Makanya ia berusaha untuk menutupi itu. Menutupi kalau ia
masih memikirkan kejadian tempo hari. Tapi sepertinya ia tidak pandai berakting
di depan kedua temannya.
“Sudahlah Zi. Jangan dipikirkan.
Kan aku sudah bilang kalau itu hanya imajinasimu saja saat tindihan.” Ve
berkata menenangkan.
“Kalau itu imajinasiku saja lalu
mengapa saat laki-laki itu mengelus kepalaku terasa begitu nyata Ve ? Lalu
untuk apa dia mengelus kepalaku ? Mana ada setan mengelus kepala manusia.”
Bantah Zi yang kemudian terdiam. Ve mengikutinya.
Mereka semua terdiam hingga selesai
makan. Ve membereskan kotak bekalnya. Zi dan Vares pun melakukan hal yang sama.
“Sepertinya aku pulang duluan. Kau masih ada rapat bukan Ve ? Sedangkan Varez
masih perlu ke toko bunga. Jadi lebih baik aku pulang sendiri dulu saja. Toh
sepertinya aku juga merasa capek sekali. ” Pamit Zi kepada mereka dengan
mengeluarkan alasan Zi pulang duluan.
Sesampai di kamar kos Zi merebahkan
badannya pada ranjang tempat tidur. Kasur dengan busa empuk itu menyangga tubuh
mungil Zi. Memberikan kenyamanan di setiap tubuh Zi yang menyentuhnya. Zi
merogoh kantong bajunya. Mencari handphone lalu mengeceknya. Terlihat ada
notifikasi dilayar handphone. Beberapa chat dari group yang berisikan dirinya,
Ve dan Varez. Serta chat teman kampus menanyakan materi tentang tugas tadi
pagi.
Zi menghela nafas. Hari ini ia
pulang larut malam karena mampir di café untuk menenangkan diri setelah pulang
dari kampus. Café di seberang jalan depan kosnya. Tak lumayan jauh dari kampus
juga dari kos. Walau hanya menyeruput satu cangkir capuchino dan berdiam diri
mengamati hiruk pikuknya kota dengan lampu-lampu yang mulai menyala. Sudah
membuat otak Zi sedikit ter-refresh. Saat lampu-lampu itu menyala bagi Zi
berarti hari akan segera berakhir dan ia akan segera beristirahat menutupkan
matanya untuk pergi bermimpi.
Zi melepaskan pakaiannya satu
persatu dan menggantinya dengan baju tidur. Kemudian pergi mencuci wajahnya.
Setelah itu membaringkan kembali tubuh di atas kasur empuk miliknya. Zi meraih
handphone di atas meja sebelah tempat tidur. Mengatur alarm untuknya kemudian
meletakan kembali handphone itu di tempat semula.
Mata Zi mulai menutup perlahan.
Memaksanya untuk segera tertidur dan pergi ke dalam mimpi. Akhir-akhir ini Zi
tidak mengalami mimpi apa pun setelah kejadian tempo hari. Mungkin karena Zi
terlalu memikirkannya sehingga mimpi tidak ingin mendatangi dirinya.
Beberapa saat kemudian Zi sudah
tertidur pulas. Matanya kini benar-benar terpejam tidak ada lagi paksaan dari
dirinya sendiri. Dalam tidur Zi, ia berada dalam kegelapan. Setelah sekian lama
ia tidak bermimpi mengapa ia memimpikan hal yang sama saat tindihan dulu ?
Lubang kehampaan yang tak memiliki dasar itu kembali menelan Zi. Kali ini Zi
hanya diam saja. Ia sudah menyerah malas meronta-ronta. Jika ia melakukan itu
hanya akan menguras tenaga saja. Zi menunggu secercah cahaya pasti akan
menghampirinya. Seolah tahu jika Zi benar-benar membutuhkan cahaya itu.
Tepat sekali dengan apa yang Zi
pikirkan sesaat setelah Zi diam mengambang di kehampaan. Cahaya itu datang
menghampirinya. Kali ini prosesnya lebih cepat ketimbang kemarin. Cahaya itu
semakin mendekat kemudian mulai menyelimuti Zi. Membawa Zi keluar dari
kegelapan itu dan tiba pada suatu tangga.
Zi menaiki tangga itu hingga
ujungnya. Sesampainya di atas Zi melihat setapak jalan berkelok yang sepertinya
sangat panjang. Zi mencoba mengikuti jalan itu. Ia melangkah menyelusuri tiap
jengkal jalan yang ia lewati. Hanya ada kabut putih di sekelilingnya. Zi tidak
dapat melihat apa pun kecuali hanya setapak jalan yang kini sedang ia lewati.
Zi masih terus mengikuti jalan itu.
Seperti lubang tadi, Jalan ini juga mungkin tidak memiliki ujungnya. Karena
sudah lama sekali Zi berjalan tapi belum menemukan apa pun kecuali hanya kabut
putih yang mengelilinginya. Kalau ia berbalik sepertinya juga sama saja. Akan
kembali dalam lubang kegelapan penuh kehampaan. Kalau ia melompat keluar dari
setapak jalan ini bagaimana ? Tidak. Jangan dilakukan. Bisa saja di sana ada
jurang yang lebih mengerikan dari pada lubang kehampaan. Tapi kalau berjalan
terus tidak ada akhirnya seperti ini bagaimana ? lelah sekali rasanya. Zi
mengeluh atas semua itu.
Hingga ia tiba pada ujung jalan
tersebut. “Syukurlah ada akhirnya. Ku pikir aku akan berjalan semalaman.” Batin
Zi dalam hati.
Setelah akhir ujung jalan itu hanya
terdapat ruangan putih dengan dinding-dinding yang membatasi. Ruangan itu
kosong tanpa isi apa pun. Hanya terdapat pintu yang juga berwarna putih dengan
sedikit terbuka. Zi mengelilingi ruangan tersebut. Mencari-cari sesuatu yang
mungkin dapat memberi Zi sebuah petunjuk tentang dimana kah sekarang ia berada.
Tapi bodohnya Zi sudah tahu kalau ruangan itu kosong. Pasti tidak ada sesuatu
di sana. Akhirnya Zi membuka pintu tersebut.
Zi hanya menemukan setapak jalan
lagi. “Lagi-lagi setapak jalan. Apakah aku harus terus berjalan selamanya dalam
mimpi ini.” Keluh Zi
Kemudian menginjakkan kakinya pada
jalan tersebut. Terlihat samar-samar diujung jalan ini ada sebuah tempat
bernuansa hijau. Mungkin sebuah taman. “Baiklah sepertinya itu lumayan jauh.
Dan aku memang sudah ditakdirkan untuk berjalan jauh malam ini. Mimpi sialan.
Andai aku bisa mengaturnya.” Racau Zi mengeluh.
Namun setelah mulut Zi tertutup
mengatakan apa yang ia ucapkan tadi. Tiba-tiba tubuh Zi terhempas. Terlempar
begitu jauh. Badannya terpelanting dan kini melayang-layang di kehampaan. Zi
kebingungan mengapa hal tersebut
terjadi. Nafasnya tersengal karena terkejut dengan keadaan yang baru saja
berubah secara tiba-tiba.
Zi mencoba mengatur nafasnya
kembali. Kemudian melihat sekelilingnya yang kini hanya ada kegelapan yang
menyelimuti dirinya. Zi masih bertanya-tanya mengapa hal itu terjadi. Tunggu
dulu. Apakah ia tersadar dalam mimpinya ? Apakah ini memang mimpi ? Ini aneh.
Bagaimana mungkin ia tahu kalau dirinya sedang berada dalam dunia mimpi.
Bagaimana bisa ia sadar saat ia kalau ia bermimpi saat berjalan di setapak tadi
? Lalu ruangan itu dan taman yang kulihat. Apa maksudnya ?
Zi teringat dengan buku yang ia
beli. Buku yang menceritakan tentang kejadian yang saat ini ia alami. Ia harus
segera terbangun dan membuka buku itu. Tapi bagaimana caranya ? Ia tidak dapat
menemukan apa pun dalam lubang kehampaan ini.
Mungkinkah kejadian tempo hari
berkaitan dengan ini. Saat ia membeli buku itu. Lalu laki-laki yang
mengawasinya di depan toko buku. Saat ia sleep paralysis. Kemudian saat
laki-laki-laki itu datang menghampirinya. Semua itu berkesinambungan. Zi baru
menyadari semua itu. Ia harus segera terbangun dan membuka buku ALL ABOUT
DREAM. Ia harus segera melakukan hal itu.
Zi meronta kan tubuhnya. Mencoba
keluar dari lubang kehampaan walaupun tidak tahu caranya. Ia hanya mencoba
berteriak dan meronta. Ia yakin jika melakukan hal itu ia akan segera terjaga
dari tidurnya.
Mata Zi terbuka tiba-tiba. Ia sudah
terbangun. Zi langsung meloncat dari tempat tidurnya dan segera menyambar tas
yang di dalamnya ada buku yang ia cari. Zi membuka tas dengan tergesa.
Mengeluarkan seluruh isi tasnya. Kemudian mengambil buku berjudul All About
Dream.
Zi membukanya perlahan mencari bab
yang membahas tentang lucid dream. Dan ketika Zi menemukannya dan membaca
tulisan tersebut. Tiba-tiba saja buku itu bercahaya. Lalu mengeluarkan api
berwarna biru. Zi yang terkejut sontak langsung membuang buku itu.
“Buku terbakar sama seperti saat
laki-laki itu menyentuhnya.” Ucap Zi terkejut. Ia masih tidak percaya dengan
kejadian yang ia lihat tepat di depan mata. Zi benar-benar bingung harus
bagaimana.
Zi mengambil buku itu yang
tergeletak dilantai. Apinya kini sudah padam. Jadi Zi tidak khawatir ikut
terbakar karena menyentuhnya. Zi membola-balikan buku itu. Masih saja tidak
percaya jika buku yang dipegangnya saat ini bisa mengeluarkan api. Zi mencoba
mencari-cari mungkin saja di dalam buku itu terdapat pematik nya yang jika
tersentuh akan mengeluarkan api. Atau mungkin di dalam buku itu ada setannya.
Seperti yang dikatakan Ve kemarin.
Semua itu sangat tidak masuk akal
bagi Zi. Ia melihat jam digital di meja belajarnya. Masih menunjukkan pukul
04.05 dini hari. Tapi Zi sudah terjaga dengan menyaksikan fenomena yang luar
biar. Ini aneh. Benar-benar aneh. Mungkin saja ia masih bermimpi. Zi mencoba
mencubit pipinya sendiri. Tentu saja ia kesakitan. Karena semua yang Zi alami
benar-benar terjadi. Bukan hanya sebatas mimpi atau imajinasi seseorang saja.