BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Rasian Chapter 2 Sleep Paralysis

Kembang Wae
Image

 

Rasian

Chapter 2 : Sleep Paralysis

 

                Setelah kejadian tadi sore di depan toko buku. Zi menjadi kepikiran siapa laki-laki yang mengawasinya. Untuk apa laki-laki itu mengawasi dirinya ? Aneh. Mengapa juga ia harus menabrakkan diri pada Varez dan bukan pada dirinya. Lalu kenapa gayanya seperti orang kedinginan ? Ini kan di Indonesia dengan musim kemarau yang lagi melanda. Style Fashion tersebut benar-benar tidak cocok untuk keadaan saat itu. Jadi terlihat lebih mencurigakan.

            “Dari pada untuk memikirkan itu lebih baik aku mengurusi bunga-bunga Varez saja.” Bujuk Zi menenangkan kekhawatirannya sendiri. Bisa mati dia jika nanti bunga itu tidak ia rawat dengan sungguh-sungguh. Varez tidak akan segan-segan untuk mengomelinya kalau saja bunga itu mati secara mengenaskan.

            Zi mengobrak-abrik kardus di sebelahnya. Mencari vas yang Varez titipkan. Vas kaca bentuk lonjong silinder yang semakin menyempit pada ujung mulutnya. Zi mengisi vas tersebut dengan air. Lalu membuka buket bunga setengah hancur dan mengambil setangkai demi setangkai bunga kemudian memasukkannya ke dalam vas. Merangkainya supaya terlihat lebih indah dan enak dipandang. Zi mengamati bunga yang telah ia rangkai. Bunga Gerbera ungu berpandukan Gerbera merah dan putih. Pintar sekali Varez dalam memilihnya. Terlihat indah dengan tangkai memanjang yang terendam air dalam vas kaca.

            Namun Zi bingung karena tersisa setangkai bunga  berbeda dengan yang lainnya. Hampir sama memang karakteristiknya jika dilihat sekilas. Bunga Gerbera dengan Bunga Zinnia sulit dibedakan jika hanya melihatnya sepintas saja.  Seperti namanya bunga yang tersisa itu berwarna ungu jingga. Lagi-lagi ia merasa déjà vu saat memegang tangkai bunga itu. Seperti ia pernah memilikinya yang kemudian hilang entah kemana. Seperti ia pernah menerima bunga itu dari pemberian seseorang. Mungkin saja itu karena pengaruh dari namanya sendiri dan ia menjadi merasa déjà vu.

            Setelah disibukkan dengan banyak tangkai bunga yang kini sudah mejeng dalam vas di atas meja. Zi menggabungkan Bunga Zinnia juga di dalamnya. Ia telah menyelesaikan rasa déjà vu nya itu dengan kantuk. Kemudian beralih menuju ranjang kecil dengan kasur empuk dan seprei membentang di atasnya. Rasanya seperti berat sekali kelopak matanya untuk menahan melek sebentar saja. Ia teringat pada buku yang dia beli tadi di toko. Buku yang membuatnya tertarik untuk membelinya.

            Zi menahan kantuk demi untuk membuka sebuah tas yang di dalamnya terdapat buku itu. Mengambilnya kemudian merobek sampul plastik yang masih menempel rapi. Setelah itu membuka lembar demi lembar isi buku dan mengamatinya. Aroma buku baru tercium menyeruak. Aroma khas yang sangat disukai bagi beberapa orang pencinta buku.

            Tangan Zi tertahan saat membuka lembar ke-28. Rasa kantuk itu tidak lagi bisa ia tahan. Sungguh berat sekali matanya untuk terbuka. Lelah juga sepertinya tidak terlalu Zi rasakan. Lalu mengapa kantuk begitu sangat sulit sekali Zi kalahkan.

            Zi menyerah. Ia kembali meletakan tas berserta buku itu di atas meja. Menggeser vas bunga ke tengah agar muat dengan buku yang akan ia letakkan di sampingnya. Lalu membaringkan badan pada kasur empuk dan menarik selimut untuk menghangatkan tubuh. Mata Zi telah benar-benar tertutup. Lelap sudah menghampirinya. Kini Zi sudah tertidur dan mungkin sebentar lagi akan menuju dunia mimpi. Hampir satu jam lebih Zi tertidur tanpa bergerak. Terlihat seperti kelelahan sekali. Nafasnya tenang berirama lambat.

            Namun tiba-tiba nafasnya perlahan mulai cepat. Semakin memburu semakin peluh Zi mengumpul cepat dan menetes. Suara bising kendaraan menggema dalam telinga Zi. Hiruk pikuk suasana pasar juga tercampur di dalamnya. Ricuh. Ramai sekali hingga seakan memekakkan gendang telinga. Zi ingin menutup telinga. Lari dari kekacauan semua itu. Tapi tubuhnya kaku. Tak bisa ia gerakkan sama sekali. Zi kehilangan kontrol atas diri sendiri.

            Suara-suara bising itu semakin menggema. Bisa-bisa gendang telinga Zi benar-benar akan pecah jika Zi tidak menyumpalnya dengan sesuatu. Tapi bagaimana ? Badan Zi saja masih belum bisa digerakkan. Sulit sekali. Seakan tubuhnya terikat rantai yang sangat kuat. Melilit tubuhnya perlahan dan mengikatnya kencang. Zi memberontak mencoba dan terus mencoba untuk melepaskan diri. Sia-sia. Tubuh Zi masih saja belum bisa digerakkan. Ia tahu jika ia masih terbaring di atas kasur tempat tidurnya. Lalu dari mana suara bising itu datang? Zi sadar ia bisa membuka matanya. Tapi kenapa hanya gelap yang ada. Padahal lampu kamarnya tidak ia matikan . Mungkinkah mati lampu ? Jika pun iya mati lampu, kan ada lampu darurat yang akan menyala.

            Zi masih saja terus meronta. Mencoba berteriak meminta tolong jika tubuhnya lumpuh tidak bisa digerakkan. Matanya bergerak mencari-cari sesuatu dikamarnya. Mungkin ada sesuatu yang bisa ia temukan untuk meloloskan diri. Kamarnya gelap sekali. Hanya remang-remang cahaya dari luar kamar yang membantunya dapat melihat. Saat matanya masih menyapu seisi kamar untuk mencari bantuan. Tiba-tiba ia menangkap sesosok yang berdiri di depan pintu kamarnya. Seorang laki-laki berbadan besar. Wajah tidak terlalu terlihat. Tapi laki-laki itu semakin mendekat. Menghampiri Zi yang masih saja kaku dengan tubuhnya. Zi mencoba berteriak. Sama saja seperti tadi. Tenggorokannya tercekat tidak bisa mengeluarkan sepatah pun suara.

            Laki-laki itu kini sudah disamping Zi. Tepat di depan meja belajarnya. Tangan laki-laki itu bergerak mengambil vas bunga. Lalu mencabut salah satu bunga yang ada. Terlihat tangkai bunga itu basah karena terendam air dari dalam vas.  Kemudian ia mengembalikan kembali bunga yang ia cabut ke dalam vas dan meletakkannya ke tempat semula. Tangan laki-laki itu lalu meraba buku yang tergeletak di samping vas bunga. Menyentuh perlahan dengan jari-jari. Kemudian keluar cahaya warna biru api. Sebuah cahaya yang begitu indah di antara gelapnya kamar Zi.

            Zi yang melihat semua itu hanya bisa terdiam beku. Matanya mendelik seakan bertanya “Siapa kau ?” pada laki-laki itu. Tubuhnya masih saja kaku. Ia sudah menyerah untuk meronta. Zi kehabisan tenaga. Syukurlah setelah laki-laki itu datang suara bising yang memekakkan telinga hilang. Jadi tugas Zi sekarang hanya meloloskan diri dari belenggu yang membuatnya tak bisa bergerak sama sekali.

            Laki-laki itu mendekatkan diri ke tubuh Zi. Menatap wajahnya. Kemudian mengelus kepala Zi dengan pelan. Laki-laki itu mengucapkan sesuatu namun Zi tak mampu mendengarnya. Ia hanya melihat gerakan bibir laki-laki itu. Sepertinya yang laki-laki itu katakan adalah sesuatu yang sangat penting. Karena Zi melihat rasa khawatir dari sorot matanya.

            Setelah laki-laki itu selesai mengelus-elus kepala Zi. Tiba-tiba menjadi gelap gulita. Mata Zi tidak dapat melihat apa pun. Hanya ada gelap yang benar-benar gelap. Apakah Zi buta ? tidak mungkin bukan. Ini pasti mimpi. Lalu tubuh Zi seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam tiada akhirnya. Zi ketakutan. Ia mencoba meraih-raih sesuatu tapi tak ada satu pun yang dapat ia gapai. Zi berteriak tapi suaranya tak keluar. Hanya ada sunyi dan kegelapan. Seperti suatu kehampaan yang mengelilingi Zi.

            Zi menyerah kembali kehabisan tenaga. Ia lelah sekali karena sedari tadi hanya meronta dan terus meronta. Kini apa lagi yang mau ia ronta ? tubuhnya sudah terbebas dari kaku namun malah justru tenggelam dalam lubang kehampaan. Saat itu juga Zi melihat secercah cahaya menggantung di atas. Seolah memberi Zi semangat untuk tidak menyerah dan berkata bahwa masih ada jalan keluar. Tangan Zi mencoba menggapai cahaya itu. Mengayun-ayunkan ke atas dengan berharap dapat meraihnya. Perlahan dan pelan Zi bisa melihat jika cahaya itu semakin dekat. Zi semakin semangat untuk meraih hingga saat itu juga tiba-tiba.

            Brak. “Kringg ayo bangun nanti telat bodoh !!! Bangun ayo bangun. Bangguuunn !!! ”

            Zi terjatuh dari tempat tidurnya dan alarm handphonenya berbunyi nyaring. Terdengar suaranya sendiri yang mengoceh tak jelas sengaja ia rekam untuk membangunkannya. Mata Zi mengerjap-kerjap mencoba melihat sekeliling dengan tangannya yang meraba-raba mencari handphonenya. Sepertinya malam yang sangat panjang baru saja Zi lewati. Ia alarm handphonenya lalu bangun untuk mandi dan bersiap menuju kampus. Hari ini adalah jadwal bahasa Indonesia dengan dosen galak. Bisa-bisa dihukum jika ia terlambat.

            Selesai mandi Zi merapikan kamarnya. Membereskan tempat tidur kemudian mengambil beberapa buku untuk dibawa. Alat tulis dan bekal makannya pun tak lupa. Biasanya Zi hanya membawa roti tawar yang ia olesi mentega kemudian ia taburi dengan misis cokelat. Kadang juga dengan susu cokelat atau selai cokelat. Lebih praktis untuk pagi hari ketimbang harus memasak. Zi tidak terlalu telaten untuk itu. Karena Varez dan Ve berbaik hati berbagi makanan dengannya. Jadi mereka tinggal berbagi bekal saja untuk makan bersama setiap jam istirahat. Varez membawa bekal minuman. Walau hanya air putih saja itu sudah mendingan ketimbang tidak bawa apa-apa. Sedangkan Ve selalu bawa bekal banyak dengan nasi satu box besar dan beberapa lauk. Karena hanya Ve yang tinggal dengan orang tuanya di sini.

            Selesai berkutat dengan peralatan yang akan Zi bawa. Zi terdiam menatap buku “ALL ABOUT DREAM” yang ia beli kemarin. Ia teringat kejadian tadi malam saat buku ini menyala mengeluarkan api berwarna biru. Aneh. Bagaimana bisa terjadi ? Lalu laki-laki itu, Semalam bagaimana ia bisa masuk ke kamar Zi ? Padahal sudah ia kunci pintunya.

            “Terserahlah.” Ucap Zi mengakhiri pikirannya. Ia memasukkan buku itu ke dalam tas. Dan menatanya di dalam bersama dengan buku-buku yang lainnya. Bekal dan peralatan tulisnya pun tak lupa Zi masukan.

            “Zi !” Teriak Ve dari luar gerbang. Sepertinya ia harus cepat turun ke bawah. Kalau telat tidak hanya kena semprot dosen galak hari ini tapi juga kena semprotan Ve. Jarak antara rumah Ve dan Kos Zinnia memang tidak terlalu jauh. Jadi setiap pagi Ve selalu datang menghampiri Zi untuk berangkat bersama jalan kaki menuju kampus. Dan jarak kampus dengan kos Zi sama dengan jarak kos Zi ke rumah Ve. Makanya mereka jalan kaki. Toh banyak teman-teman yang lainnya juga jalan kaki. Di Indonesia beberapa orang gengsi untuk jalan kaki dan lebih memilih naik motor. Padahal kadang jarak yang akan dituju itu dekat. Seperti misalnya saja Varez. Kalau lagi kumat malasnya Varez lebih memilih naik motor ketimbang jalan kaki. Padahal Kosnya hanya sebelah kampus berjarak 100m.

            “Zi. Makalah kita tentang tata cara penggunaan tanda baca sudah kau kirim bukan ? Sudah kau cetak juga ?” Tanya Ve khawatir.

            Zi hanya menyengir menampilkan gigi-giginya. “Sudah ku kirim tapi belum ku cetak.” Jawabnya. Ve mendelik melihat Zi. Menampilkan jika ia marah dan gemas campur jadi satu. Ve sebenarnya sudah menduga kalau Zi akan melakukannya. Zi memang cerdas. Tapi terkadang oon kalau tentang tugas kuliah. Bahkan lebih oon lagi dari Varez yang seorang laki-laki pemalas. Bukannya Zi oon karena tidak bisa mengerjakan tugas. Tapi lebih ke malas mengerjakannya. Zi bilang tugas hanya memberatkan saja. Padahal kan di kampus juga sudah mengerjakannya.

            " Ya sudah. Buruan chat Varez suruh dia cetak makalahnya ! Masih sempat kalau jam segini. Biar nanti Varez bisa masuk pintu belakang percetakan.” Perintah Ve pada Zi. Untung saja kos Varez dekat dengan tempat percetakan dan Varez dekat dengan pemiliknya. Jadi dia bisa menerobos antrean lewat pintu belakang. Karena biasanya pagi hari banyak mahasiswa mencetak tugasnya dengan buru-buru. Alasan lupa atau tidak sempat menjadi sering terdengar di percetakan.

            Zi dan Ve semakin mempercepat langkahnya menuju kampus. Sesampainya di sana mereka langsung menuju ke ruangan 502. Ruangan yang berada dilantai lima dengan urutan kedua dari deretan ruangan yang ada. Varez sudah duduk di dalamnya dengan memegang satu jilid kertas ditangannya. Ia sengaja menampilkan itu supaya Ve dan Zi lega karena tugas mereka terselesaikan.

            “Gila kau Zi. Mepet banget. Kenapa tidak bilang dari kemarin ?” Keluh Varez yang masih ngos-ngosan. Sepertinya kali ini Varez tidak menggunakan motornya. Karena keringat sudah menetes di pelipis kepalanya.

            Lagi-lagi Zi hanya tersenyum nyengir menampilkan giginya. Ia malas menanggapi dengan kata-kata. Ia merasa seperti lelah sekali. Apa karena kejadian semalam ? Ve dan Varez menyadari hal itu kemudian bertanya.

            “Kenapa Zi ? tidak biasanya kau seperti ini.” Ucap Ve pelan.

            Zi kemudian menatap keduanya. Menghela nafas dan menyuruh teman-temannya lebih mendekat karena ia akan menceritakan kejadian semalam yang ia alami. Zi menceritakan semuanya mulai dari tubuhnya yang kaku hingga buku yang menyala mengeluarkan api biru. Bahkan Zi masih terus bercerita walaupun dosen sudah berdiri di depan mereka. Sepertinya sang dosen pun tidak menggubris mereka atau mungkin karena mereka berada di belakang jadi dosen tidak mengetahuinya ?

            Ve menanggapi cerita Zi. Ve bilang kalau yang dialami Zi itu namanya tindihan. Atau bahasa kerennya disebut sleep paralysis. Dan laki-laki yang ada di kamar Zi itu halusinasi efek dari tindihan itu.

            “Bukannya kalau tindihan itu karena diganggu setan ya ?” Timpal Varez dengan bertanya. “Lalu laki-laki itu mungkin setan Zi. Sepertinya kau perlu taburan garam dan aji-aji supaya kau terhindar dari godaan setan yang terkutuk.” Lanjut Varez menggoda.

            “Terus soal buku yang mengeluarkan api gimana ?” Tanya Zi

            “Mungkin itu setan yang dikirim oleh laki-laki yang kemarin berebut buku denganmu Zi. Dia masih tidak rela bukunya kau yang beli. Makanya setan itu berusaha membakar bukunya. Tapi karena kau melihatnya jadinya dia mengelus-elus kepalamu supaya kau cepat tidur.” Jawab Varez

            “Bukan begitu. Mungkin saja buku itu mengandung magis. Di sana ada api yang akan membawamu pada dewa atau mungkin pada malaikat. Dan laki-laki yang kau temui itu perantara dari mereka. Mereka berusaha menyelamatkanmu dari setan dalam tindihan.” Timpal Ve dengan racauannya yang semakin gila seperti jawaban Varez.

            Sia-sia saja cerita kepada mereka. Zi pikir jika cerita kepada Ve dan Varez, Zi akan menemukan sebab akibat kejadian semalam. Tapi yang ia temukan hanya imajinasi liar dari kedua temannya. Setidaknya ia mendapatkan satu kunci untuk memecahkannya. Tentang tindihan atau sleep paralysis sepertinya Zi harus mencari tau tentang itu.

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101