BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Rasian Chapter 1 Begin

Kembang Wae
Image

 Rasian

Chapter 1 : Begin

 

“Zi, Kelas biologi sebentar lagi dimulai” Bisik seorang gadis berkucir kuda. Sedangkan gadis yang dibisikinya menoleh mengakhiri lamunan. Kemudian ia menghabiskan bekal yang ada didepannya secara cepat. Membereskannya dan memasukkan kembali ke dalam tas. Ia mengeluarkan buku bersampul biru dan sebuah bolpoin lalu meletakkannya di atas meja.

“Ve, Kau bawa modulku ? Sepertinya kemarin aku meninggalkannya di kamarmu.” Tanya gadis yang bernama Zinnia.

“Aa.. Aku lupa Zi. Kau tak bilang padaku tadi pagi jadi aku tidak membawanya.” Ve menjawab dengan bohong berpura-pura jika ia lupa. Namun sepertinya pemilik buku yang tertinggal di kamar Ve itu menyadari jika ia berbohong.

“Aktingmu jelek Ve. Buruan kemarikan.” Ucapnya tegas. Seakan sedang memarahi. Ve pun mengikutinya dengan berpura-pura menjadi pelayan yang sedang menyerahkan nampan berisikan minuman kepada tuannya. “Baik Nyonya. Silakan diambil.” Ucap Ve yang disusul dengan tawa mereka.

Seorang dosen tua dengan jas hitam dan rambut disisir klimis membuatnya terlihat sangat rapi mulai memasuki ruangan. Sepatu pantofel yang mengilat berbunyi menggema di ruangan saat ia melangkahkan kakinya. Ia kemudian menyalakan proyektor dan mulai menampilkan materi pembelajaran. Tanpa disuruh murid yang di depannya langsung mengerti apa yang dimaksud. Mereka membuka modul dengan nomor halaman 56 terusan materi minggu kemarin.

“Kali ini kita akan mempelajari tentang ilmu biologi botani. Tumbuhan yang akan kita pelajari adalah Bunga Papaver Somniferum L atau P. Paeoniflorum. Biasa disebut juga dengan Bunga Opium Poppy atau Poppy breabseed. Bunga ini berasal dari pegunungan Eropa Tenggara dan tersebar ke beberapa wilayah. Kalau di Indonesia banyak ditanam di wilayah pegunungan Bandungan, Batu, Ijen dan Cipanas. Jika ada yang tahu lebih dalam tentang Bunga Opium silakan angkat tangan.” Jelas dosen tua bernama Pak Didi.

Tiba-tiba Zinnia dan Ve mengangkatkan tangan secara bersamaan. Sepertinya keduanya memang tertarik dengan tanaman berbunga. Ataukah hanya untuk mencari poin dari Pak Didi saja. Karena sebenarnya jawaban atas pertanyaan dari Pak Didi sudah tertera pada modul di depan mereka.

“Kau yang berbaju merah bertuliskan Go Away. Siapa namamu ?” tunjuk Pak Didi

“Allspice Alvarez Chanca. Panggil saja Varez pak.” Ucapnya.

“Iya. Silahkkan Jawabanmu.” Lanjut Pak Didi. Sepertinya Zinnia dan Ve terkalahkan. Siapa yang tahu jika ternyata Pak Didi tidak memilih mereka. Padahal Varez sendiri tidak mengangkatkan tangan. Untung saja dia tahu banyak tentang bunga itu karena mamanya menanam di rumah.

“Bunga Opium ini sebenarnya masuk dalam narkotika Pak. Walaupun bunga ini begitu indah dan memesona seperti saya namun ia sangat berbahaya jika disalahgunakan. Getah yang berasal dari buah bunga opium ini setelah kering dan diproses dengan cara tertentu dapat menghasilkan Morfin dan jika diekstrak lebih lanjut lagi maka terciptalah Heroin. Namun beberapa pencinta bunga menjadikannya tanaman hias di rumahnya. Karena bunganya memang indah.” Jawab Varez yang diiringi dengan tepuk tangan dari seisi ruangan.

Pak Didi melanjutkan slide berikutnya tertampilah gambar buah opium yang mengeluarkan getah karena disadap. Lalu slide setelahnya menampilkan gambar bunga opium itu sendiri. Bunga dengan warna putih bercampur kan merah jingga mencuri perhatian Zinnia. Ia seperti tidak asing dengan bunga itu. Seolah ia merasakan suatu déjà vu. Seperti ada sesuatu yang hilang karena bunga itu. Tapi dimana ia melihatnya. Buku tentang tanaman hias Varez kah ? Bisa jadi mungkin karena Varez suka bunga. Zinnia terlarut dalam pikirannya sendiri. Mencari tahu mengapa gambar yang tercetak pada monitor itu begitu terasa tidak asing baginya.

“Zinnia kau bersihkan papan tulis karena sedari tadi melamun.”

“Iya pak.” Jawab Zi secara spontan ketika namanya dipanggil. Sepertinya ia terlalu lama terlarut dalam pikirannya sendiri hingga tidak sadar bahwa jam biologi telah usai. Lebih parahnya ternyata selama ini Pak Didi mengawasi dirinya. Akibat dari itu ia harus membersihkan papan tulis penuh dengan coretan tinta di depan. Ve yang melihatnya hanya tersenyum cekikikan.

Setelah selesai membersihkan papan bernoda Zi segera menghampiri Varez dengan terburu. Ve yang melihatnya kemudian ikut membuntut di belakang. Sesampainya mereka di meja Vares. Zinnia langsung duduk pada bangku didepan meja Varez dan Ve menggeret kursi di sampingnya untuk lebih mendekat.

“Va bagaimana kau tahu tentang bunga opium itu ?” Tanya Zi segera.

“Oh bunga itu juga ada di halaman rumahku. Mamaku menanamnya jadi aku tahu.” Jawab Varez. Ve yang di sampingnya hanya diam memperhatikan.

“Apakah kau pernah menunjukkan bunga itu padaku ? atau mungkin kau pernah menunjukkan gambarnya padaku ? Kau pencinta bunga bukan ? Jadi bisa jadi kau juga pernah menceritakan bunga opium padaku.” Cerocos Zinnia. Varez dan Ve yang mendengarkan itu mengernyitkan dahinya.

“Kurang tahu Zi kalau tentang aku yang pernah bercerita padamu perihal bunga opium. Tapi tidak mungkin aku menunjukkan langsung bunga itu padamu Zi. Karena bunga itu ada di Rumahku. Dan rumahku di Kota seberang bukan ? Mungkin saja aku pernah menunjukkan gambarnya. Tapi aku kurang yakin juga tentang itu karena aku pelupa. Hahaha” jawab Varez dengan tertawa.

“Memang kenapa Zi ? Ada sesuatukah tentang bunga itu ?” Serobot Ve menghentikan tawa Varez.

Zinnia hanya terdiam berpikir sejenak. “Entahlah. Aku hanya merasa déjà vu saja. Dan bunga itu seperti tidak asing bagiku.”

“Apakah itu suatu misteri yang harus kita pecahkan Zi ? Apakah itu merupakan suatu pesan dari dewa untuk memulai petualangan kita ? Apaka_”

“Hentikan imajinasi liarmu Ve. Tidak akan mungkin hal ini menjadi seperti cerita dalam novel fiksi yang baru kau baca Ve.” Potong Zi pada ucapan Ve.

“Tapi terkadang dalam menghadapi sesuatu juga butuh imajinasi liar Zi. Ada beberapa hal yang tak bisa diterima dengan akal sehat kita. Benarkan Va ?” Bela Ve dengan mencari persetujuan Varez. Varez hanya mengangguk meng-iya-kan

Zi terdiam. Sebenarnya ia juga ingin meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Ve. Tapi sepertinya ia masih ingin menggunakan logika yang ia punya. Zi menatap kedua temannya itu. Ve dan Varez yang ditatapnya pun kebingungan. “Ayolah kita pulang saja. Sepertinya mampir ke toko buku dulu adalah yang hal bagus.” Ucap Zi mengalihkan.

Ve pun menambahkan request di dalamnya “Kita makan dulu saja setelah itu_”.

“Setelah itu kita ke toko bunga dan baru ke toko buku.” Timpal Varez dengan memotong ucapan Ve. Ve yang diperlakukan seperti itu pun sedikit kesal padanya. Zi yang melihat semua itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala menandakan “ok”.

“Ah. Capek sekali.” Keluh Ve yang kelelahan karena membuntuti Zi pergi ke toko buku. Sesampainya di sana Zi justru malah berkeliling melihat satu persatu buku yang dipajang. Jika reviewnya bagus dan ia tertarik maka ia akan membawanya. Jika tidak ya ia tinggalkan. “Tahu begitu aku ikut Varez ke toko bunga saja.” Batin Ve dalam hati. Menyesal ia mengikuti Zi setelah makan tadi. Ve lupa kalau Zi sudah memegang buku ia pasti akan melupakan segalanya.

“Zi. Aku tunggu di luar saja ya.” Akhirnya Ve mengibarkan bendera putih untuk mengikuti Zi. Dia sudah berdiri di toko buku selama satu jam. Untung saja energinya sudah diisi dengan sepiring nasi sambal pecel lele sebelum kemari. Zi yang masih sibuk berjalan melihat-lihat. Tiba-tiba ia terhenti, matanya tertuju pada buku berjudul “ALL ABOUT DREAM”. Desain cover buku itu mencuri perhatiannya. Dimana ada seorang gadis di padang rumput ilalang menggenggam sekuntum bunga seakan sedang menunggu seseorang untuk datang. Lagi-lagi ia merasa déjà vu. Sepertinya ia memang harus membeli buku itu untuk mencari tahu penyebabnya.

Saat tangannya ingin meraih buku itu. Tiba-tiba seorang laki-laki seumurannya mengambil terlebih dahulu. Ia menatap laki-laki itu lalu mencari buku yang sama ditumpukan berbeda. “Pasti masih ada stoknya bukan.” Batinnya mengalihkan. Ia mengacak-acak tumpukan buku lainnya berusaha menemukan buku yang sama.

“Sepertinya ini buku terakhir.” Ucap laki-laki itu. Zi yang mendengarnya sedikit kesal. “Kalau itu buku terakhir kenapa juga harus kau ambil.” Rutuknya dalam hati.

“Sepertinya kau lebih menginginkan buku ini dari pada diriku.” Tiba-tiba laki-laki itu berkata dengan melemparkan buku itu di depan tumpukan buku yang sedang Zinnia obrak-abrik. “Teri_” Laki-laki itu sudah menghilang sebelum Zi mengucapkan kata terima kasih. Walaupun sebenarnya ia jengkel juga karena laki-laki itu melemparkan buku seenaknya saja di depannya. Sungguh laki-laki yang tidak tahu sopan santun. Pikirnya begitu.

Setelah selesai melakukan pembayaran Zi segera mencari Ve yang sudah menunggunya dari tadi. Ia merasa bersalah karena mengabaikannya waktu di dalam toko. Terlihat Ve sudah menunggu bersama dengan Varez. Ternyata lama juga ia berada di dalam toko. Mungkin lebih dari dua jam karena Varez sendiri juga sudah menunggunya. Padahal biasanya yang menunggu itu dirinya dan Ve di toko bunga.

“Sudah ketemu apa yang kau cari Zi ?”  Dengus Ve kesal. Sedangkan yang ditanya hanya tersenyum menampikan giginya dengan menunjukkan buku yang dipegang. Dia lebih memilih diam dari pada terkena ocehan Ve. Varez yang mengetahui jika Ve sedang kesal mencoba menenangkannya.

“Buku apa yang kau beli Zi ?” Alih Varez supaya Ve tidak terus-terusan kesal.

“Oiya. Aku ingin bercerita dengan kalian. Tadi waktu di dalam setelah Ve keluar aku menemukan buku ini. Tapi keduluan dengan seorang laki-laki seumuran kita dan ternyata buku ini adalah buku terakhir dari stok. Dan kalian tahu apa yang laki-laki itu lakukan padaku ?”

“ Memberikan buku itu padamu.” Jawab Ve mulai tertarik dan melupakan kekesalannya. Varez tersenyum pada Zinnia seolah berkata “Bagus Zi. Point seratus untukmu.”

“Yups. Tapi dia memberikannya padaku dengan cara melemparkannya tepat di depan ku.”Kali ini gantian Zi yang mendengus kesal. “Dan anehnya ketika aku ingin mengucapkan terima kasih laki-laki itu justru malah menghilang entah kemana.” Lanjut Zi.

“Mungkin  ia kesal melihatmu karena telah memaksanya untuk memberikan buku itu. Secara tak langsung begitu. Karena memang laki-laki harus mengalah dengan perempuan.” Kata Ve berargumen.

“Tidak bisa begitu. Masa laki-laki harus selalu mengalah, ini kan_” Sanggah Varez yang kemudian memotong kalimatnya sendiri. Sepertinya ia menyadari sesuatu. “Ve, Kau tidak apa-apa kan ? Otakmu masih aman ? Dimana imajinasi liarmu yang biasanya kau elu-elukan. Apalagi ini cerita misterius yang cocok sekali untuk kau fantasikan dengan novel bacaanmu.” Ucap Varez pura-pura khawatir yang sebenarnya ia justru sedang menggoda Ve.

“Aku lelah. Jangan kau pancing aku untuk mengeluarkan jurus seribu kata dari mulutku Varez !” Bentak Ve. Varez langsung beringsut sambil cekikikan sedangkan Zi sibuk dengan buku yang dipegangnya. Ia merasa sesuatu seperti akan dimulai dari buku itu. Ia mencoba membuka sampul plastiknya tapi urung. “Lebih baik di kos dari pada disini nanti direcoki mereka berdua.” Pikir Zi menatap kedua temannya yang sedang saling mengejek.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sedari tadi mengawasi. Sepasang mata yang memiliki warna abu-abu lengkap dengan bulu mata lentik dan garis mata yang begitu tegas. Sang pemilik mata itu bersembunyi dari balik mantel yang menutup tubuhnya. Terlihat wajahnya begitu sangat serius memperhatikan mereka. Terutama Zi. Bola mata itu selalu bergerak mengikuti apa yang dilakukan Zinnia. Bahkan saat Zi menaik turunkan dadanya karena bernafas hal itu juga tidak luput dari pengawasannya.

Zi sebenarnya menyadari akan hal itu. Ia memiliki insting yang sangat tajam. Tapi ia tidak menggubrisnya sama sekali. Zi menganggap jika hal itu hanya perasaannya saja.

“Ve, Kau sudah dapat novel yang ingin kau beli ?” Ucap Zi mencoba untuk mengalihkan perhatiannya sendiri.

“Sudah. Aku menemukannya saat kau sibuk sendiri dengan buku-buku di dalam. Padahal aku juga kutu buku, tapi tidak segila kau Zi.”  Ve menjawabnya.

Sedangkan Varez sibuk dengan buket bunga yang ada ditangannya. Ia mencoba membenahi susunan bunga yang menurutnya kurang rapi dan estetik. Tiba-tiba laki-laki yang sedari tadi mengawasi mereka menabrak Varez. Sehingga buket bunga yang ditangannya pun terjatuh dan berceceran. Zi yang menyadari hal itu langsung was-was segera mencari laki-laki tadi. Matanya menyapu seluruh tempat yang ada mencoba menemukan laki-laki bermantel hitam. Ia tahu persis seperti apa laki-laki itu karena sedari tadi ia sudah lebih dulu memperhatikannya. Seseorang dengan duffle coat berwarna hitam kecoklatan dan celana jeans. Sepatu boot rendah dan rajutan syal merah menenggelamkan wajahnya. Serta tudung yang menutupi kepala.

“Gimana Zi, ketemu ?” Tanya Ve sambil membantu Varez membereskan buket bunga, seakan Ve juga menyadari jika ada seseorang yang mengawasi mereka sedari tadi. Zinnia menggelengkan kepalanya. Menandakan jika ia gagal menemukan orang yang dicari.

“Yah, buketnya hancur. Untung sebagian bunganya terselamatkan.” Ungkap Varez sedih, lalu mengulurkan tangan untuk memberikan buket kepada Zi. “Kau ambil saja Zi. Ini nanti kau taruh dalam vas yang kemarin ku titipkan di tempatmu. Susun yang rapi dan cantik ya. Jangan lupa airnya di cek. Lalu tempatkan di meja belajarmu saja supaya kau bisa mengawasinya. Atur cahayanya juga. Jangan sampai terlalu terang dimalam hari.” Racau Varez seakan tidak rela jika ia harus memberikan bunga yang ia beli tadi kepada Zi.

Zi pun menerimanya dengan mendengarkan racauan Varez. “Sudah seperti ibu-ibu yang menitipkan anaknya di tempat penitipan saja.” Bisik Zi kepada Ve yang kemudian keduanya tersenyum bersama melihat kelakuan Varez yang masih saja mengoceh.
Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101