Benda putih transparan ini masih
membungkusku. di dalam toko ternama di kota ini. aku hanyalah sebuah jepit
rambut usang yang masih terbungkus rapi. di letakkan pada tempat yang membuatku
tak pernah di lirik seseorang. jujur saja. aku benar2 merasa bosan berada
disini. hari2ku hanyalah mendengarkan ocehan2 tak berguna dari para benda2
mewah yg setiap hari pergi menghilang dan berganti. bertaruh siapa yg akan
lebih cepat pergi dari sini karena daya tarik dan pesona kemewahan mereka. itu
benar2 menjijikkan. andai saja, aku bisa berjalan. aku pasti sudah kabur jauh
dari tempat ini. hingga suatu hari. seorang laki2 tua berjalan menghampiriku.
menampilkan wajah penuh senyumnya. mengambil dan membawaku menuju kasir "
ini benar2 tak dapat dipercaya " ucap si mewah crown flower imitasi. yang
lain hanya menatapku dengan wajah bingung mereka.
"tidak
usah di bayar. itu untukmu saja. benda itu sudah tak berguna lagi disini.
terlalu kuno dari keluaran terbaru" ucap petugar kasir itu. "hey !
tutup mulutmu ! kau tak pantas berkata seperti itu !" teriakku padanya.
namun, aku hanyalah jepit rambut yg takkan mungkin di dengar olehnya. laki2 tua
itu memasukkanku kedalam sakunya. lalu berjalan pergi meninggalkan toko itu.
sayup2 ku dengar suara derap kaki yg semakin jelas ke arahku. "kakek
!" teriakan itu. aku menduganya berasal dari seorang gadis berumur 15
tahun. laki2 itu mengambilku dari sakunya. kemudian memberikannya pada gadis
itu. "selamat ulang tahun sayang." ucapnya seraya mencium kedua pipi
manisnya. gadis itu sejenak menatapku. menampilkan wajah manisnya di depanku.
tepat diatas telapak tangan mungilnya. "terima kasih kakek" ucapnya
menggenggamku. kemudia memeluk laki2 tua itu. yg dipanggilnya sebagai kakek.
setiap hari aku selalu berada diatas rambut hitam gadis itu. menjepit rambutnya
agar tak jatuh menutupi pandangannya.
aku
tahu keluarga kecil ini jauh dari kata tercukupi untuk hidunya. sang kakek
hanyalah seorang kuli bangunan yg terlalu renta dengan tubuh tuanya. sedangka
sang gadis yg kutahu bernama mary kini kelas 3 sma. tunggu dulu, aku tak memata
matai mereka. aku tahu itu semua karna mary selalu membawaku kemana saja ia
pergi. kecuali saat ia tidur. dan mereka selalu membicarakan apa yg mereka
lakukan sehari di meja makan saat makan malam. tentu saja aku mengetahuinya.
ingin sekali aku membantu mereka. walaupun itu hanya membuat mereka tertawa
lepas tanpa beban. tapi, aku hanya sebuah jepit rambut. apa yang bisa kulakukan
? waktupun terus berlanjut. yg bisa ku lakukan hanyalah memegang rambutnya.
menjepitnya agar tak mengganggu aktivitasnya.
hey
lucy ! namamu dipanggil. majulah kedepan ! cepat !" teriakku padanya.
namun lucy tak bergerak sedikitpun. "kakek ! ayo! cucumu dipanggil
kedepan. ia pasti akan menjadi juara" bujuku pada kakek. namun mereka
tetap terdiam. astaga, apa yang kulakukan pantas saja mereka tak mendengarnya.
aku hanxa jepit rambut. bodoh sekali. "oh hey! lihatlah ! bukankah dia
gadis yang bernama sama denganmu ? apa yang dia lakukan didepan?" bukankah
yang seharusnya di sana itu lucy. oh maaf, lucy ku yang ku maksud. "hey
kau ! lucy palsu ! hentikan skenario bodohmu ! turun kau dari sana ! tak pantas
kau berdiri di podium itu dengan senyum licikmu" teriakku kesal karena
terbawa emosi. ingin sekali aku menghajarnya. memukuli wajah liciknya.
membongkar semua kedok kejahatannya. tapi, aku hanyalah benda mati yang begitu
bodoh ingin melakukannya. sedangkan lucy dan kakek, mereka hanya orang kecil
yang takkan pernah di dengar perkataanya.
aku
mencoba bertanya pada dompet yang duduk di depanku. ia berkata pasti ada
sesuatu yang terjadi di luar kendali. akupun berpikir bagaimana caranya
membongkar itu semua ? kami pulang dengan tangan hampa. dengan rasa kecewa
karena berharap terlalu jauh. lucy meletakanku di atas meja belajarnya.
menatapku dengan wajah sedih. dan, tetes demi tetes air matanya terjatuh.
"apa yang harus kulakukan ? lucy menangis. ia menangis didepanku. oh,
kumohon. janganlah menangis lucy. aku berjanji akan menyelesaikan masalah
ini." seakan akan ia mengerti apa yang kukatakan. tangisnya berhenti. ia
menatapku lekat lekat. "akan kuselesaikan ini" dan setelah itu, mata
indahnya pun tertutup. memperlihatkan deretan mimpi indah yang tak terlihat
olehku.
suara
nyaring dari jam beker lucy membangunkanku. seperti biasa, ia selalu menjerit
keras saat jarum jarum ditubuhnya tepat diatas angka lima. ingin rasanya
kudorong ia agar pecah dan tak menggangguku lagi. tapi aku takkan pernah bisa
melakukannya. karna benda bodoh itu adalah warisan dari ibu lucy tercinta. lucy
menaruhku diatas kepalanya. tepat di bagian kanan depan untuk menjepit
rambutnya. sepertinya, hari ini lucy terlalu bersemangat untuk melakukannya.
begitu juga dengan ku. "ayo lucy ! kita temukan siapa dalang dari
sandiwara menjijikkan ini !!" kamipun melakukan penyelidikan kesana
kemari. kami terlihat seperti detektif amatir yang tak tahu kasus bodoh apa
yang kami selidiki. lucy mencoba bertanya pada orang orang yang sudah ia
curigai. ia telah bekerja keras merincinya tadi pagi. mencoba berpikir siapa
saja yang terlibat dalam kasusnya. bertanya dg wajah pucat jk sj ia salah
bicara dan dianggap menuduh org, mencemarkan nama baik y lalu dijebloskan
kedalah penjara.
aku.
tentu saja aku membantunya. kau pikir aku hanya duduk diam mengikuti lucy
kesana kemari. justru tugasku lah yang paling berat. aku bertanya pada setiap
dinding ruangan di mana lucy melewatinya. bertanya pada mistar mistar panjang.
dan beberapa benda yang mungkin terlihat mencurigakan. hari pertama, kedua
bahkan ketiga. semuanya nihil.mereka semua terlalu membungkam mulut.
teriakku
menyemangati pada setiap langkahnya. walaupun ku yakin ia tak kan mendengarnya.
tiba2 sebuah kabar menyergap kami. membunuh urat nadi kami. hingga membatu,
membisu, bahkan membeku tanpa rasa. "lucy ! kakekmu meninggal. cepatlah
pulang bersamaku ! " ucap seorang gadis padanya. aku hanya diam membatu
diatas kepalanya. upacara pemakaman begitu terasa sunyi bagi ku dan lucy. tak
sekedar sunyi, tapi begitu menyakitkan. lucy menangis bahkan meraung raung
menatap jenazah kakeknya. begitu sangat menyayat hati. miris. andai saja jika
aku bisa mengeluarkan air mata. mungkin aku akan seperti lucy.
"lucy
! tetaplah berjuang. jangan menyerah sebelum kau mencobanya 1001x."
di
tengah suasana sunyi terdengar ocehan dari benda-benda mati tak sopan itu. aku
bisa saja mengacuhkan mereka. entah, terserah tentang apa yang mereka katakan.
namun tidak untuk sekarang. saat sebuah dompet berkata jika ia dan
teman-temanya menduga yang meninggal itu kakek lucy. tapi ternyata bukan lucy
itu yang mereka maksud. oh. tunggu dulu. apakah mungkin lucy ? maaf bukan lucy
ku yang kumaksud. kalian pasti mengerti tanpa aku memberitahunya bukan ? oh
astaga ! dan sekarang aku tahu kebenarannya. "hey kalian. bisakah kalian
membantuku ? tolong sampaikan tentang apa yang kalian katakan tadi pada lucy.
tuanku ini. bagaimanapun caranya. " ucapku terus terang kepada mereka.
sedangkan mereka hanya terdiam menatapku.