BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Dialog Tanya

Kembang Wae
Image

 

Gadis itu termenung. Bukan lagi pada bingkai jendela besar.  Tapi pada beranda kamarnya yang lebih tepat disebut balkon. Dia termenung bukan karna langit yang gelap tiada bintang ataupun bulan. Mungkin karna benaknya yang ingin mengeluarkan kata-kata namun tak mampu terucap. Ingin meluapkan emosi tapi bimbang melakukannya. Ingin menahannya namun seperti tak sanggup lagi berpura pura.

Gadis itu hanya menatap nanar pantulan dirinya. Dari kaca jendela yang terbuka. Memandangnya seksama. Menjelajahi seluruh gambar dirinya. Tersenyum. Lalu beranjak masuk. Mengambil sebuah cangkir yang berisi setengah air. Bukan lagi kopi. Kini dirinya ingin tertidur nyenyak tanpa perlu bergadang terlarut malam.

Ia lelah setiap malam harus terjaga hingga menjelang subuh. Dia bosan terus mengotak-atik gambaran kenangan akan masa lalunya. Akan sesosok yang menyentuh jurang dasar hatinya.

 Cukup sudahlah aku berlari. Terlampau jauh aku meraihnya.

Ia kembali pada teras balkon. Masih dengan cangkir di tangannya. Balutan selimut tak lupa melilitnya. Memang dingin. Mungkinkah karna suasana hatinya ? Dingin. Tak berasa. Tak sehangat dulu saat dia polos belum mengenal apa-apa.

Kembali ia meneguk air hangat yang mengepul dalam cangkir. Pelan-pelan perlahan. Menyesapnya menikmati suhu hangat yang melewati tenggorokan. Tanpa sengaja mata indah itu menangkap sesosok pada permukaan cangkir. Itu dirinya. lagi dan lagi dia melihat bayangan. Seakan muak akan semua yang tercipta. Muak atas apa yang melekat pada kisahnya.

Jangan ditanya apakah malam ini mendung atau cerah berbintang. Karna sekalipun itu tak ada kesan baginya. Namun tak seindah dulu ketika bulan masih bersahabat dengannya. Dan sekarang, bukannya sudah menjadi musuh atau membencinya. Hanya saja sekarang dia tak lagi memedulikannya. Memperhatikan bulan yang kini ia jauh darinya.

Ah, sosoknya kini sudah tak terlihat lagi di depanku. Sepertinya dia telah tenggelam dalam dunianya. Kukejar pun tak kan mampu melawan. Berharap menyusul saja sudah pahit keyakinan. Hey, haruskah aku menyerah dalam keadaan menyedihkan seperti ini ? tapi apa yang bisa kuperbuat untuknya ? toh, dia sama sekali tak menoleh ke belakang untuk sekedar formalitas saja. Begitu acuh.

Sudah berapa purnama aku menanti bersama senja ? masih saja waktu belum bersekutu denganku. Aku tak meminta dia menjadi miliku. Aku hanya membutuhkan kata “yes” or “no”. Itu saja.

Mungkinkah terlampau tinggi inginku ? hanya sebuah kata saja. Sehingga aku bisa memutuskan berhenti atau tetap menanti. Berhenti jika memang tak lagi menggapainya. Menanti jika memang masih ada satu perlombaan lagi tuk mengejarnya.

Cerita macam ini. Pelarian dari hidupkah ? atau kisah akan kejar mengejar dalam hati. Merebut posisi pemenang tuk menawan kekuasaan. Kuasa atas wilayah hati dan dirinya.

Konyol. Berlomba dengan waktu. Melawan takdir. Bagaimana bisa kau menjadi pemenang. Bisa saja jika mereka satu kubu denganmu. Tanpa pernah kau tahu. Namun semua itu hanya kemungkinan seperseribu dari kemungkinan yang ada.

Mengapa masalah hati begitu rumit hanya untuk sekedar bertanya? Ataukah memang sang para penguasa yang mempersulitnya. Supaya mereka semua mengerti akan apa itu perjuangan. Penantian. Rasa sakit. Dan segala jenisnya.

Terserahlah. Aku lelah. Aku lupa berapa purnama sudah terlewati. Berapa kali senja sudah menemani. Hingga matahari saja menertawai. Mungkin sebanding dengan banyaknya bintang yang menyebar di angkasa.

Jam berdenting keras. Alarm menandakan jika dia harus berhenti menjelajah pikiran. Air dalam cangkir saja sudah habis ditelan. Jika ia tetap mengikuti alur pikirnya bisa-bisa sampai senja datang lagi dia masih belum tertidur. Terus terjaga karna benaknya yang terus berputar.

Gadis itu menghela sejenak. Mencoba mengalah dengan ego yang meminta masih tetap memikirkannya. Jemari jemarinya mencoba merelakskan dengan merapatkan kembali selimut. Membenarkan bagian yang mungkin tak perlu untuk di perhatikan. Dia mulai melangkah masuk. Meletakan cangkir kosong dan mulai merebahkan tubuh mungil itu. Mencoba terlelap menutup matanya perlahan.

Lantunan lagu penghantar tidurnya masih berputar. Menemani mencoba memecah keheningan. Mungkin sebagai kawan dalam rasa kesepian. Entah. Akankah harapan untuk dirinya masih tersisa di esok hari ? akankah mimpi menghapus segala kenangan yang ingin ia lupakan ?

Mulutnya masih bergumam saat mata itu perlahan tertutup “ Aku percaya akan diri-Nya”.

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101