Setiap
malam aku selalu terjaga. Mataku terbuka. Dingin. Saat dimana hadirmu hanya
sebatas anganku. Bukan apa, hanya saja aku terbayang kenangan yang selalu
terngiang. Ku coba terpejam. Masih saja sosokmu yang hadir didalam.
Bagaimana
bisa aku memikirkan mati rasa. Hilang sekejap darimu saja sulit kulakukan.
Kutarik selimut tebal. Coba menutupi pikiranku. Menghapus dirimu. Lalu, kembali
pada bunga tidurku.
Satu,
dua, tiga. Tiga detik saja aku tak kuasa lari dari jeratmu. Hanya tiga detik !
Lalu kini kupertanyakan kembali apa itu mati rasa. Dunia menyuruhku menorehkan
tinta untukmu. Bukan tentang rasa yang menggebu. Menggelora kaya akan cinta.
Namun tentang matiku yang tenggelam didasar rasa. Tentang aku yang mungkin bisa
saja padam. Mati. Tanpa ada lagi perasaan.
Tenanglah
! Kalaupun dunia mengancamku. Mencoba ingin membunuhku. Takkan pernah kulakukan
itu. Berpikir saja aku tak mampu. Lalu apa yang harus kutuangkan dalam
sajak-sajakku ? Cukupkanlah, bukan mati rasa yang ada. Namun gelora cinta yang tersisa. Semesta
takkan mampu lagi menolaknya.
Kini
mataku bisa terpejam tenang. Pikir bebanku lenyap. Dan malam-malamku tak lagi
senyap. Biarkan saja dirimu berlarian. Sesukamu kau jelajahi saja pikiran. Aku
menyukainya. Karna kau bukan lagi sebuah angan.
Yogyakarta, 29 Juni 2019